Minggu, 25 Januari 2015

asumsi

Mungkin ada benarnya kata bijak tersebut.
“Tidak ada sahabat sejati, yang ada hanya kepentingan”

Persahabatan, pertemanan, atau apalah sebutannya, pasti ada suatu kepentingan yang jelas dibawa dalam menjalin hubungan seperti ini.
Ketika kepentingan pribadi itu sama dalam hubungan dua orang atau lebih kemungkinan persahabatan, dan pertemanan akan terwujud. Namun, ketika kepentingan pribadi itu berbeda satu sama lain, jangan harap persahabatan, atau pertemanan akan berlangsung dengan lancar dan mulus.
“didunia ini gak ada teman sejati, gak ada juga musuh sejati, yang ada hanya kepentingan yang abadi”
Tidak ada satu pun didunia ini yang abadi. Saya setuju, tidak ada yang abadi di dunia ini, semuanya adalah kepentingan. Ya, kepentingan. Hanya diri sendiri yang tahu akan kepentingan itu.
Teman itu datang dan pergi, teman lama berbalik kanan dan bubar, datanglah teman baru, kemudian pergi lagi, datang lagi yang baru, begitu seterusnya.
Ada juga yang mengatakan, “Enggak ada kepentingan ngapain berteman, justru ada kepentingan makanya berteman.”
ya..ya..ya..semuanya berdasar pada kepentingan. Kepentingan diatas segalanya.
Seorang teman memberikan respon seperti ini,
“sahabat bukan untuk dijadikan teman semasa susah sj..tetapi semasa senang..
ade dikalangan manusia hanya mencari teman sewaktu dalam kesusahan..
bila senang sahabat yang selama ini bersusah dengan nya langsung tidak dihiraukan..
manusia2…”
ya..ya..ya..itulah manusia, hanya butuh ketika dalam keadaan susah, ketika senang, sahabat yang selama ini bersusah dengannya langsung tidak dihiraukan.
“Persahabatan bukan saja masalah dengan siapa kita akan menghabiskan waktu. Tapi ini lebih pada sebuah kebutuhan jiwa.”
Kebutuhan jiwa, tidak hanya menghabiskan waktu.
Setuju? ya, setuju. Persahabatan tidak untuk digunakan mengisi kekosongan waktu ataupun menghabiskan waktu. Jika ia, berarti ada kepentingan yang mendasarinya.
Kepentingan, kepentingan, dan kepentingan. Satu kata ini perlu diwaspadai.
Kendalikan ini, dan dapatkan sahabat sejatimu.Niam said, “find a true friend without any personal interest.”
Selamat untuk menemukan sahabat sejati tanpa kepentingan pribadi. Bagi yang telah menikmati persahabatan sejati, pupuklah persahabatanmu itu dengan mengendalikan semua kepentinganmu, bagi yang gagal menemukan sahabat sejati, yakinlah tidak ada yang abadi didunia ini.
Dalam sebuah Hadist diriwayatkan,
”Cintailah orang yang engkau cintai itu sekedarnya saja, sebab barangkali suatu hari dia akan menjadi orang yang engkau benci, dan bencilah orang yang tidak engkau sukai itu sekedarnya saja sebab barangkali suatu hari dia akan menjadi orang yang kamu cintai”
dari Hadist riwayat Turmidzi

Rabu, 21 Januari 2015

Pengaturan joytokey utk pc

pengaturan JoyToKey buat game pc



buat temen-temen yg masih bingung cara setting JoyToKey berikut ini saya akan berikan deskripsi tombol controlersnya pada JoyToKey :

Left = Tombol (Dicrection) Kiri
Right = Tombol (Dicrection) Kanan
Up = Tombol (Dicrection) Atas
Down = Tombol (Dicrection) Bawah
Button 1 = Tombol Segitiga
Button 2 = Tombol O
Button 3 = Tombol X
Button 4 = Tombol Kotak
Button 5 = Tombol L1
Button 6 = Tombol R1
Button 7 = Tombol L2
Button 8 = Tombol R2
Button 9 = Tombol Select
Button 10 = Tombol Start

Stick1 arah kiri = arah kiri L analog
Stick1 arah kanan = arah kanan L analog
Stick1 arah atas = arah atas L analog
Stick1 arah bawah = arah bawah L analog

Stick2 arah kiri = mouse ke atas R analog
Stick2 arah kanan = mouse ke bawah R analog
Stick2 arah atas = mouse ke kiri R analog
Stick2 arah bawah = mouse ke kanan R analog


POV arah atas = arah atas
POV arah kanan = arah kanan
POV arah bawah = arah bawah
POV arah kiri = arah kiri

Cara Setting joytokey game di pc

Cara setting JoyToKey untuk stick game

Pada saat saya membutuhkan software mapping tombol untuk stick gamepad saya, saya coba mencarinya hingga akhirnya menemukan software yang lumayan bagus dan gratis dari situsnya. nama softwarenya JoyToKey bisa dicari di mbah googel kalau mau download karena memang gratis.

Saya lanjut bagaimana cara setting software untuk mapping usb stick game ini. cara setnya cukup gampang dan memang awalnya saya juga agak pusing saat semua telah di set tetapi tidak bisa disimpan (save).

Dari petunjuk yang ada dalam paket downloadnya saya coba sedikit memperjelas saja.


Caranya memang sudah mudah, hanya tinggal klik tiap buttonnya, misal tombol left saya isikan A yang berarti kiri pada game yg saya mainkan.
pada kolom disable lainnya bisa diisikan kombinasi 2 sampai 3 tombol, misalnya saya isikan A dan W pada tombol left. maka otomatis gerakannya akan menyamping langsung.

Nah untuk cek apakah tombol tersebut sudah berfungsi, dapat menggunakan notepad

pada gambar diatas saya cek untuk tombol left,right, up, down. semuanya berjalan. selanjutnya untuk tombol "Button 1" dan selanjutnya tinggal agan sesuaikan dan cek di notepad.

Cara save setting JoyToKey
Setelah semua setting selesai, klik pada file setting yg agan buat lalu rename/ubah namanya. dan itu akan tersimpan.

sekian penjelasan pendek saya, Terimakasih

Jumat, 02 Januari 2015

Pembagian harta gono gini

Perkawinan pada dasarnya merupakan ikatan lahir batin seorang
pria dan seorang wanita yang bertujuan membentuk keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa sebagaimana ini diamanatkan dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya UU
Perkawinan). Namun dalam kenyataannya, terkadang keluarga atau
rumah tangga yang dibentuk oleh ikatan perkawinan tidak dapat
dipertahankan dengan berbagai sebab dan alasan.
Sebab dan alasan keretakan keluarga/rumah tangga sangat
beragam dan muncul terkadang tidak diperkirakan sejak awal. Pada
awalnya masing-masing pihak beranggapan bahwa calon pasangan
mereka adalah orang yang tepat mendampingi perjalanan
hidupnya. Namun perkembangan tidak selamanya berjalan seperti
yang diharapkan. Problematika yang biasa terjadi dalam biduk
rumah tangga menjadi hal yang luar biasa ketika tidak ditemukan
penyelesaiannya. Hingga klimaknya berujung pada perceraian atau
perpisahan.
Perceraian sebagaimana dalam UU Perkawinan dimasukkan sebagai
salah satu alasan putusnya perkawinan selain karena kematian dan
keputusan pengadilan. Secara materiil perceraian didasari oleh
kaedah agama/ kepercayaan dari pasangan bersangkutan dan
secara formil putusan pengadilan memberikan keabsahan atas
perceraian yang terjadi menurut hukum negara yang berlaku.
Salah satu implikasi dari perceraian adalah pembagian harta
bersama menjadi harta yang dibawa oleh masing-masing pihak atau
biasa disebut “harta gono-gini” pasca perceraian. Pembagian harta
gono-gini seringkali menjadi persoalan pelik yang tidak tuntas oleh
para pihak melalui kesepakatan semata. Bahkan berdasarkan
kenyataan yang sering terjadi, masalah ini kerap menyebabkan
proses perceraian menjadi berbelit-belit disamping masalah hak
asuh atas anak.
Istilah “harta gono-gini” pada dasarnya tidak dikenal dalam UU
Perkawinan kita. Dalam UU Perkawinan setidaknya dikenal 3 (tiga)
jenis harta yaitu harta bersama, harta bawaan dan harta perolehan.
Adapun pengertian masing-masing harta tersebut adalah sebagai
berikut:
* Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan.
Harta ini merupakan harta yang dikuasai bersama selama
perkawinan.
* Harta bawaan adalah harta yang dibawa oleh masing-masing
pihak sebelum proses perkawinan dilakukan. Harta ini dikuasai oleh
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
* Harta perolehan adalah harta yang diperoleh dari hadiah atau
warisan. Harta ini dikuasai oleh masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain.
Sedikit berbeda dengan penjenisan menurut UU Perkawinan,
menurut Hukum Islam harta yang terkait dengan perkawinan
terdapat 3 (tiga) jenis yaitu :
* Harta Milik Suami, yaitu harta yang dimiliki oleh suami tanpa
kepemilikan isteri pada harta itu. Misalnya harta yang diperoleh dari
hasil kerja suami dan tidak diberikan sebagai nafkah kepada
isterinya, atau harta yang dihibahkan oleh orang lain kepada suami
secara khusus, atau harta yang diwariskan kepada suami, dan
sebagainya.
* Harta Milik Isteri, yaitu harta yang dimiliki oleh isteri saja tanpa
kepemilikan suami pada harta itu. Misalnya harta hasil kerja yang
diperoleh dari hasil kerja isteri, atau harta yang dihibahkan oleh
orang lain khusus untuk isteri, atauharta yang diwariskan kepada
isteri, dan lain-lain.
* Harta Milik Bersama Suami Isteri. Misalnya harta yang dihibahkan
oleh seseorang kepada suami isteri, atau harta benda (misalnya
mobil, rumah, TV) yang dibeli oleh suami isteri dari uang mereka
berdua (patungan), dan sebagainya.
(sumber: Muhammad Shiddiq Al-Jawi (http://
www.khilafah1924.org))
Berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia harta gono-
gini selain diatur dalam UU Perkawinan juga diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerd) dan Kompilasi Hukum
Islam (KHI). Pengaturan harta gono-gini ini diakui secara hukum,
termasuk dalam hal pengurusan, penggunaan, dan pembagiannya.
Dalam perspektif hukum Islam, harta gono-gini bisa ditelusuri
melalui pendekatan qiyas dan ijtihad yang biasanya disebut dengan
konsep syirkah (kerja sama).
Berdasarkan kajian dari berbagai sumber hukum diatas, harta gono-
gini dimaksudkan sebagai harta benda dalam perkawinan yang
dihasilkan oleh pasangan suami istri secara bersama-sama selama
masa perkawinan masih berlangsung. Sehingga legalitasnya diakui
oleh hukum positif maupun Hukum Islam. Sebaliknya, yang tidak
termasuk dalam kategori harta gono-gini adalah harta yang
diperoleh atau dihasilkan sebelum masa perkawinan, biasa disebut
dengan harta bawaan (seperti halnya harta warisan) atau harta milik
pribadi yang diperoleh setelah masa perkawinan (harta perolehan,
harta hibah, hadiah, dan sedekah).
UU Perkawinan telah jelas memisahkan penguasaan dan perlekatan
hak kepemilikan atas 2 (dua) jenis harta dalam perkawinan.
Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 36 disebutkan bahwa :
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum
mengenai harta bendanya.
Namun dalam hal yang sama UU Perkawinan kembali menyerahkan
pengaturan atas harta benda setelah putusnya perkawinan menurut
hukumnya masing-masing. Artinya menurut hukum yang dipilih
oleh para pihak dalam perkawinan. Apakah Hukum Perdata, Hukum
Islam atau Hukum Agama lain yang diakui oleh Undang-Undang.
Sehingga mekanisme dan penentuan besaran harta gono-gini
tersebut dilakukan berdasarkan kaedah hukum apa yang dianut oleh
pihak-pihak dalam perkawinan tersebut.
Perlu dicatat bahwa harta bersama atau kita istilahkan dengan harta
gono-gini menurut UU Perkawinan dibatasi terhadap perkawinan
yang dilakukan lebih dari satu kali. Ini berarti harta bersama dalam
perkawinan pertama tidak dapat disebut sebagai harta bersama
pada perkawinan kedua dan seterusnya. Implikasinya adalah istri
kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama
yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau
berikutnya itu terjadi. Dengan kata lain, harta yang menjadi hak
suami sebelum perkawinan kedua dan seterusnya tetap dianggap
sebagai harta bawaan, bukan harta bersama (lihat Pasal 65 ayat (1)
huruf b).
Mengingat begitu menariknya pembahasan tentang harta gono-gini
untuk menambah khasanah keilmuan kita terlebih relevansinya
dengan banyak realitas yang ada, maka dalam kesempatan
berikutnya akan dituliskan kajian tentang pengaturan dan besaran
pembagian harta gono-gini berdasarkan ketentuan Hukum Islam.

Aspek hukum perseroan terbatas

Aspek Hukum Perseroan Terbatas (Struktur
dan Legalitasnya)
Disusun Oleh: Yonathan A. Pahlevi
Pendahuluan
Kegiatan ekonomi adalah kegiatan menjalankan perusahaan. Setiap
kegiatan ekonomi atau kegiatan menjalankan perusahaan harus
memenuhi unsur dan syarat-syarat: dilakukan secara terus
menerus, dilakukan secara terang-terangan, dan bertujuan mencari
keuntungan. [1]
Perusahaan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi, atau lebih
tepatnya sebagai salah satu pelaku ekonomi, memegang peranan
penting dalam perputaran roda perekonomian. Memahami
perusahaan juga seharusnya menggunakan metode pendekatan
mikro dan metode pendekatan makro, sehingga pemahaman
mengenai perusahaan akan utuh. Melalui pendekatan mikro dikaji
hubungan antara para pihak dalam perusahaan (internal) dan juga
antara perusahaan dengan pihak ketiga (eksternal). Dengan
melakukan pendekatan makro akan diperoleh gambaran yang utuh
mengenai pemahaman perusahaan, karena dalam pendekatan
makro dikaji mengenai campur tangan negara dalam kegiatan
perusahaan sehingga tercipta suatu masyarakat ekonomi yang
sehat dan wajar, begitu juga tentang perusahaan dari berbagai
sudut pandang seperti sosiologis, ekonomi, atau pun manajemen.
Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu bentuk usaha yang
diakui di Indonesia. Keberadaannya menjadi penting dalam
perkembangan perekonomian di Indonesia, sehingga pemerintah
pun mengeluarkan undang-undang yang khusus mengeneai PT.
Rumusan Masalah
Pembahasan dalam paper ini akan difokuskan pada beberapa hal,
antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan PT?
2. Bagaimana sejarah perkembangan PT di Indonesia?
3. Bagaimanakah struktur organisasi dan permodalan PT?
4. Bagaimanakah legalitas PT?
Pengertian PT
Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksananya.
[2] Sesuai pengertian tersebut, maka PT secara jelas merupakan
kumpulan modal yang mengandung karakteristik sebagai berikut: [3]
1. Badan Hukum. PT merupakan badan hukum, dalam
pendiriannya harus mendapatkan pengesahan dari Menteri
Hukum dan HAM, apabila PT belum mendapatkan pengesahan
tersebut maka statusnya belum sebagai badan hukum (disebut
sebagai PT dalam pendirian) dan segala tanggung jawab dan
kewajibannya sama halnya dengan firma. Sebagai badan
hukum, maka PT sama halnya dengan subyek hukum yang
lainnya (orang perorangan secara individu) dan memiliki harta
kekayaan sendiri yang terpisah dari harta pendirinya, terdapat
pemisahan harta kekayaan perusahaan dan harta kekayaan
pribadi. Konsekuensi lain adalah bahwa PT dapat melakukan
hubungan hukum sendiri, atas nama perseroan, mempunyai
tujuan sendiri (mencari keuntungan), dan menuntut atau
dituntut di pengadilan.
2. Tanggung jawab pemegang saham terbatas ( limited liability ).
Sebagai persekutuan modal, kekayaan PT terdiri dari modal
yang seluruhnya terbagi dalam bentuk saham. Para pendiri PT
wajib untuk mengambil bagian modal itu dalam bentuk saham.
Tanggung jawab para pemegang saham terbatas hanya pada
modal atau saham yang dimasukkannya ke dalam perseroan.
Segala hutang perseroan tidak dapat ditimpakan kepada harta
kekayaan pribadi para pemegang saham, melainkan hanya
sebatas modal saham yang disetorkan pada perseroan, kecuali
dalam hal: [4]
a. Persyaratan PT sebagai badan hukum belum terpenuhi;
b. Pemegang saham baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan PT untuk
kepentingan pribadi;
c. Pemegang saham terlibat perbuatan melawan hukum yang
dilakukan PT;
d. Pemegang saham secara melawan hukum menggunakan
kekayaan PT yang mengakibatkan kekayaan PT menjadi
tidak cukup untuk melunasi hutang PT.
3. Berdasarkan perjanjian. Hal tersebut berarti PT didirikan oleh
minimal dua orang atau badan hukum, bermula dari
kesepakatan para pihak, dan adanya kewajiban untuk
mengambil bagian ( inbreng ) pada saat pendiriannya.
4. Melakukan kegiatan usaha.
5. Modal terbagi atas saham-saham.
6. Jangka waktu dapat tidak terbatas.
Sejarah dan Perkembangan Dasar Hukum PT di Indonesia
Pada masa penjajahan Belanda dikenal VOC yang merupakan
perusahaan dagang sebagai perseroan dalam bentuk primitif di
Indonesia. Lamanya VOC memonopoli perdagangan di Indonesia
menunjukkan bahwa VOC sebagai sebuah perusahaan memiliki
sendi-sendi bisnis dan korporat.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, KUHD semula
diberlakukan bagi golongan Eropa saja, sedangkan bagi penduduk
asli dan penduduk timur asing diberlakukan hukum adat masing-
masing. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, KUHD
diberlakukan bagi golongan timur asing Cina, sedangkan untuk
golongan timur asing lainnya seperti Arab dan India diberlakukan
hukum adatnya masing-masing. Namun, khusus untuk hukum yang
berkaitan dengan bisnis, timbul kesulitan jika hukum adat masing-
masing yang diterapkan, hal ini disebabkan: [5]
1. Hukum adat masing-masing golongan sangat beragam;
2. Hukum adat masing-masing golongan sangat tidak jelas; dan
3. Dalam kehidupan berbisnis sering terjadi interaksi bisnis tanpa
melihat golongan penduduk, sehingga menimbulkan hukum
antar golongan yang tentu saja dirasa rumit bagi golongan
bisnis.
Oleh karena permasalahan tersebut, maka dirancang suatu pranata
hukum yang disebut dengan “penundukan diri” dimana satu
golongan penduduk tunduk pada hukum dari golongan penduduk
lain. Atas hal tersebut kemudian menjadi bebas untuk mendirikan
perseroan terbatas yang dahulu disebut dengan “ Naamloze
Vennotschap ” atau NV (persekutuan tanpa nama). Hal inilah yang
menjadi cikal bakal lahirnya perseroan terbatas di Indonesia.
Belanda yang waktu itu menjajah Indonesia menerapkan KUHD
berdasarkan azas konkordansi. [6]
Perseroan terbatas pertama kali diatur dalam Pasal 36 sampai
dengan Pasal 56 KUHD yang berlaku di Indonesia sejak tahun 1848
dan aturan tersebut sekaligus membuktikan bahwa bentuk
perseroan terbatas sudah lama dikenal di Indonesia. Pengaturan
lain juga terdapat pada Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1356 dan
Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPerdata. [7]
Pada masa orde baru kemudian diterbitkan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, yang menjadi lex
specialis dari pengaturan perseroan dalam KUHD dan KUHPerdata.
Konsekuensinya, Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD yang
menjadi dasar hukum NV tidak lagi menjadi dasar hukum PT
(sebenarnya NV tidak selalu sama dengan PT). Meskipun demikian,
bagi PT yang telah disahkan sebelum berlakunya undang-undang
ini, sepanjang tidak bertentangan dengan anggaran dasarnya,
dapat tetap berlaku. Sementara itu, perusahaan yang telah didirikan
dan disahkan (menurut KUHD) harus menyesuaikan diri dalam 2
tahun sejak tanggal berlakunya undang-undang ini. Selain itu,
Ordonansi MAI (Maskapai Andil Indonesia) 1939 juga tidak berlaku
lagi, perusahaan tersebut harus menyesuaikan diri dalam waktu 3
tahun. [8] Walaupun diundangkan pada 7 Maret 1995, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 ini baru berlaku satu tahun kemudian,
yaitu pada 7 Maret 1996. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 ini
juga memperkenalkan bentuk-bentuk perseroan seperti BUMN dan
BUMD yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh
pemerintah.
Pada era reformasi kemudian disahkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut
Undang-Undang Perseroan Terbatas). Hal-hal baru yang diatur
dalam Undang-Undang ini antara lain: Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (TJSL) yang merupakan penerapan konsep Corporate
Social Responsibility (CSR) , perubahan modal perseroan, penegasan
tentang tanggung jawab pengurus perseroan dan pendaftaran
perseroan yang sudah memanfaatkan teknologi informasi (IT)
sehingga pendaftaran perseroan sudah dapat dilakukan secara
online. Lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini
sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang
Perseroan Terbatas.
Legalitas Institusional dan Legalitas Operasional PT
Setiap aktivitas pelaku ekonomi tidak boleh melanggar atau
bertentangan dengan prosedur dan syarat yang harus dipenuhi
sesuai peraturan yang berlaku, baik pada tingkat pusat maupun
daerah dalam hal syarat formal maupun persyaratan materiil.
Legalitas yang harus dipenuhi tersebut minimal terdiri atas dua
legalitas utama, yaitu legalitas institusional dan legalitas
operasional. [9]
Begitu juga dengan PT sebagai salah satu pelaku ekonomi, harus
memenuhi legalitas institusional dan legalitas operasional. Legalitas
institusional terpenuhi apabila semua persyaratan dan prosedur
pendirian usaha sudah dipenuhi, dan diikuti perolehan/
pengesahan/ izin dari Kementerian Hukum dan HAM. Sementara itu
yang berhubungan dengan pendaftaran dan perizinan lain
merupakan rangkaian legalitas operasional. Pelaku usaha dan
badan usaha yang telah memperoleh legalitas institusional sajalah
yang dapat memperoleh legalitas operasional. [10] Perizinan terkait
legalitas operasional tersebut biasanya berkaitan erat dengan
bidang usaha PT, misalnya izin pengelolaan hutan atau hak guna
usaha bagi PT yang bergerak di bidang agribisnis/ perkebunan
kelapa sawit. Tentu saja izin pengelolaan hutan atau hak guna
usaha tersebut tidak dapat diberikan kepada PT yang belum
berstatus badan hukum atau yang legalitas institusionalnya belum
terpenuhi.
Mengenai pendirian PT diatur dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal
14 UU Nomor 40 Tahun 2007. Syarat pendirian PT antara lain:
1. Didirikan oleh dua orang atau lebih berdasarkan perjanjian
(Pasal 7 ayat (1))
2. Akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia (Pasal 7 ayat
(1))
3. Setiap pendiri PT harus mengambil bagian saham pada saat
perseroannya ( inbreng ), kecuali dalam rangka peleburan (Pasal
7 ayat (2) dan ayat (3))
4. Akta pendirian harus disahkan Menteri Hukum dan HAM dan
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 7
ayat (4))
5. Modal dasar minimal Rp. 50 juta dan modal disetor minimal
25% dari modal dasar (Pasal 32 dan Pasal 33)
6. Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (Pasal 92 ayat
(3) dan Pasal 108 ayat (3))
Prosedur Pendirian PT
PT harus didirikan oleh minimal dua orang, karena PT selalu diawali
dari adanya perjanjian. Orang dalam hal ini tidak selalu berarti
orang perorangan, melainkan dapat juga merupakan badan hukum.
Sehingga dimungkinkan dua PT melakukan perjanjian untuk
membentuk PT baru. Perjanjian tersebut harus dibuat dengan akta
notaris dan dalam bahasa Indonesia. Dalam perjanjian/ akta
pendirian PT tersebut dimuat Anggaran Dasar PT dan keterangan
lain.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pendaftaran/ permohonan
kepada Menteri Hukum dan HAM dalam jangka waktu paling lama
60 hari sejak ditandatanganinya akta pendirian. Menteri Hukum dan
HAM akan memeriksa antara lain: nama dan tempat kedudukan PT
(Pasal 1 Akta Pendirian), jangka waktu berdirinya PT (Pasal 2 Akta
Pendirian), maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT (Pasal 3
Akta Pendirian), dan jumlah modal dasar, dan modal ditempatkan
dan modal disetor (Pasal 4 Akta Pendirian). Empat hal tersebut
diperiksa dan kemudian diputusan untuk diberikan pengesahan
atau tidak oleh Menteri Hukum dan HAM.
Apabila permohonan dikabulkan, Menteri Hukum dan HAM
memberikan pengesahan berdirinya PT, maka PT sudah memiliki
status sebagai badan hukum. Langkah selanjutnya adalah
pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM dalam jangka waktu
paling lambat 14 hari sejak tanggal diterbitkannya keputusan
Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan PT. Setelah
pengumuman ini, maka legalitas institusional PT telah terpenuhi
dan PT resmi berdiri sebagai badan hukum.
Legalitas operasional kegiatan ekonomi berawal dari kententuan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar
Perusahaan. Tujuan dari dibentuknya undang-undang tersebut
antara lain: [11]
1. Menjamin kepastian berusaha. Dengan adanya mekanisme
pendaftaran perusahaan, tentu pemerintah akan lebih mudah
dalam melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan, dan
menciptakan iklim dunia usaha yang sehat, sehingga akan
mampu memberikan jeminan kepastian berusaha kepada para
pelaku usaha. Jaminan kepastian berusaha ini penting karena
akan menjadi salah satu tolok ukur para investor untuk
mendirikan perusahaan/ menanamkan modalnya di Indonesia.
2. Melindungi perusahaan yang dijalankan secara jujur dan
terbukti dari kemungkinan kerugian akibat praktik usaha yang
tidak jujur, seperti persaingan curang dan penyelundupan.
Dengan kewajiban pendaftaran dapat dicegah atau dihindari
timbulnya perusahaan dan badan usaha yang tidak
bertanggung jawab serta dapat merugikan perusahaan yang
tidak jujur.
3. Melindungi masyarakat atau konsumen dari kemungkinan
akibat perbuatan yang tidak jujur atau insolvable suatu
perusahaan. Dengan kewajiban pendaftaran perusahaan dapat
diketahui keadaan perusahaan melalui daftar perusahaan pada
kantor pendaftaran perusahaan. Daftar perusahaan bersifat
terbuka untuk semua pihak.
4. Mengetahui perkembangan dunia usaha dan perusahaan yang
didirikan, beroperasi serta berkedudukan di Indonesia melalui
daftar perusahaan pada kantor pendaftaran.
Organ PT
Organ PT berarti organisasi yang menyelenggarakan perusahaan
(PT) yang pada dasarnya terdiri dari RUPS, Direksi, dan Dewan
Komisaris. Masing-masing organ memiliki fungsi dan perannya
sendiri-sendiri. Secara sederhana, struktur organ PT dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang
yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris
dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan/ atau
anggaran dasar. [12] Wewenang tersebut antara lain
penetapan dan perubahan anggaran dasar perseroan,
penetapan dan pengurangan modal, pemeriksaan dan
persetujuan serta pengesahan laporan tahunan, penetapan
penggunaan laba, pengangkatan dan pemberhentian
direksi dan dewan komisaris, penetapan mengenai
penggabungan dan peleburan serta pengambilalihan
perusahaan, serta penetapan pembubaran perseroan.
2. Direksi Perseroan
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan perseroan, sesuai maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun
di luar persidangan sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar. [13] Direksi bertugas menjalankan pengurusan
harian perseroan, dan dalam menjalankan pengurusan
tersebut Direksi memiliki kewenangan untuk bertindak atas
nama perseroan. Dalam menjalankan pengurusan
perseroan, Direksi biasanya dibantu oleh Manajemen.
3. Dewan Komisaris Perseroan
Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus
sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat
kepada direksi. [14] Dalam menjalankan kewenangan
tersebut, Dewan Komisaris berwenang memeriksa
pembukuan perseroan serta mencocokkannya dengan
keadaan keuangan perseroan. Sesuai kewenangannya
tersebut, Dewan Komisaris juga berhak memberhentikan
Direksi jika melakukan tindakan yang bertentangan
anggaran dasar perusahaan dan / atau ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Modal PT
Modal PT terdiri dari modal dasar, modal ditempatkan, dan modal
disetor. [15] Modal tersebut terbagi atas sekumpulan saham.
Saham PT dikeluarkan atas nama pemiliknya (saham atas nama)
dengan nilai yang dicantumkan dalam mata uang rupiah. Saham
tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Atas saham PT, direksi
PT wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham
yang memuat informasi sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 50
ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Setelah dicatat dalam
daftar pemegang saham, saham PT memberikan kepada pemiliknya
hak untuk: menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS,
menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi,
menjalankan haknya berdasarkan Undang-Undang Perseroan
Terbatas.
Anggaran dasar menetapkan satu klasifikasi saham atau lebih.
Dalam hal terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, anggaran
dasar menetapkan salah satu diantaranya sebagai saham biasa.
Klasifikasi saham tersebut antara lain: [16]
1. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara.
2. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris.
3. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau
ditukar dengan klasifikasi saham lain.
4. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi
lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif.
5. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain
atas pembagian sisa kekayaan PT dalam likuidasi.
Saham merupakan benda bergerak. Oleh karenanya saham dapat
diperjual belikan. Saham bahkan dapat diagunkan dengan gadai
atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam
anggaran dasar. Dalam hal diagunkan, hak suara atas saham yang
diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada
pemegang saham, tetapi tidak dengan hak atas deviden dari saham
tersebut.
Modal Dasar merupakan keseluruhan nilai perusahaan, yaitu
seberapa besar perusahaan tersebut dapat dinilai berdasarkan
permodalannya. Penilaian ini sangat berguna terutama pada saat
menentukan kelas perusahaan. Modal Dasar terdiri seluruh nilai
nominal saham. Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang
Perseroan Terbatas ditentukan besarnya modal dasar minimal Rp
50 juta, dengan perkecualian pada Pasal 32 ayat (2) bahwa undang-
undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan
jumlah minimum modal perseroan lebih dari RP. 50 juta. Modal
Dasar bukan modal riil, karena Modal Dasar hanya menentukan
sampai seberapa kuat perusahaan tersebut dapat menyediakan
modalnya, sampai seberapa besar perusahaan tersebut mampu
menghimpun aset-aset dan kekayaannya. [17]
Modal Ditempatkan adalah kesanggupan para pemegang saham
untuk menanamkan modalnya dalam perseroan. Jika para
pemegang saham hanya sanggup memasukkan modalnya sebesar
30% dari Modal Dasar, maka besarnya Modal Ditempatkan pada
perusahaan tersebut adalah 30%. Seperti halnya Modal Dasar,
Modal Ditempatkan bukanlah modal riil karena modal tersebut
belum benar-benar disetorkan. Modal Ditempatkan hanya
menunjukkan kesanggupan pemegang saham, yaitu sampai
seberapa banyak para pemegang saham dapat menanamkan
modalnya ke dalam perseroan. Berdasarkan Pasal 33 ayat (1)
Undang-Undang Perseroan Terbatas besarnya Modal Ditempatkan
ditentukan sebesar minimal 25% dari Modal Dasar. [18]
Modal Disetor adalah modal yang dianggap riil karena telah benar-
benar disetorkan ke dalam PT. dalam hal ini, pemegang saham
telah benar-benar menyetorkan modalnya ke dalam perusahaan.
Besarnya Modal Disetor berdasarkan Pasal 33 ayat (1) Undang-
Undang Perseroan Terbatas ditetapkan sebesar minimal 25% dari
Modal Dasar. Penyetoran itu dibuktikan dengan bukti penyetoran
yang sah, misalnya bukti pemasukan uang dari pemegang saham
ke dalam rekening perusahaan.
Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang
dan/atau dalam bentuk lainnya. Jika penyetoran saham dilakukan
dalam bentuk selain uang, maka penilaian setoran modal tersebut
ditentukan berdasarkan “nilai wajar” yang ditetapkan sesuai dengan
harga pasar atau oleh ahli. Apabila penyetoran saham itu dilakukan
dalam bentuk benda tidak bergerak, misalnya tanah, maka
penyetoran itu harus diumumkan dalam minimal satu surat kabar
dalam jangka waktu 14 hari setelah Akta Pendirian ditandatangani.
Perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri,
termasuk juga dimiliki oleh perseroan lain yang sahamnya secar
langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan
(kepemilikan silang / cross holders ). Pelarangan ini tidak berlaku
terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan
karena hukum, hibah, atau hibah wasiat, namun dalam jangka
waktu 1 tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada
pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam perseroan.
Penambahan modal PT dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS
dan wajib diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk
dicatat dalam daftar PT. Begitu juga dengan pengurangan modal
PT, dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS. Pengurangan modal
PT merupakan perubahan anggaran dasar yang harus mendapat
persetujuan Menteri Hukum dan HAM. Keputusan RUPS baik untuk
penambahan maupun pengurangan modal PT sah apabila dilakukan
dengan memperhatikan persyaratan kuorum dan jumlah suara
setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan
dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
Dari cara mendapatkannya, modal dapat dibagi sebagai berikut: [19]
1. Modal Asing/ Hutang Jangka Panjang ( Long-Term Debt )
Modal asing/ hutang jangka panjang adalah hutang yang
jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari sepuluh
tahun. Hutang jangka panjang ini pada umumnya digunakan
untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau
modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk
keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Jenis atau
bentuk- bentuk utama dari utang jangka panjang ini antara lain:
Hutang Hipotik ( Mortgage)
Hutang hipotik adalah bentuk hutang jangka panjang yang
dijamin dengan aktiva tidak bergerak (tanah dan
bangunan) kecuali kapal dengan bunga, jangka waktu dan
cara pembayaran tertentu.
Obligasi
Obligasi adalah sertifikat yang menunjukan pengakuan
bahwa perusahaan meminjam uang dan menyetujui untuk
membayarnya kembali dalam jangka waktu tertentu.
Pelunasan atau pembayaran kembali pinjaman obligasi
dapat diambil dari penyusutan aktiva tetap yang dibelanjai
dengan pinjaman obligasi tersebut dan dari keuntungan.
Jenis-jenis obligasi antara lain adalah (Riyanto: 2008):
− Obligasi biasa ( Bonds )
Obligasi biasa adalah obligasi yang bunganya tetap
dibayar oleh debitur dalam waktu-waktu tertentu,
dengan tidak memandang apakah debitur memperoleh
keuntungan atau tidak. Biasanya kupon (bunga
obligasi) dibayar dua kali setiap tahunnya.
− Obligasi pendapatan ( income bonds )
Income bonds adalah jenis obligasi dimana
pembayaran bunga hanya dilakukan pada waktu
debitur atau perusahaan yang mengeluarkan surat
obligasi tersebut mendapat keuntungan. Tetapi di sini
kreditur memiliki hak kumulatif, artinya apabila pada
suatu tahun perusahaan menderita kerugian sehingga
tidak dibayarkan bunga, dan apabila ditahun
kemudiannya perusahaan mendapat keuntungan,
maka kreditur berhak untuk menuntut bunga dari
tahun yang tidak dibayar itu.
− Obligasi yang dapat ditukarkan ( convertible bonds )
Convertible bonds adalah obligasi yang memberikan
kesempatan kepada pemegang surat obligasi tersebut
untuk menukarkannya dengan saham dari perusahaan
yang bersangkutan. Dengan demikian, maka jenis
obligasi ini memungkinkan pemegangnya untuk
mengubah statusnya, yaitu dari kreditur menjadi
pemilik.
Modal asing/ hutang jangka panjang di lain pihak, merupakan
sumber dana bagi perusahaan yang harus dibayar kembali
dalam jangka waktu tertentu. Semakin lama jangka waktu dan
semakin ringannya syarat-syarat pembayaran kembali hutang
tersebut akan mempermudah dan memperluas bagi
perusahaan untuk memdayagunakan sumber dana yang
berasal dari modal asing/ hutang jangka panjang tersebut.
Meskipun demikian, hutang tetap harus dibayar kembali pada
waktu yang sudah ditetapkan tanpa memperhatikan kondisi
finansial perusahaan pada saat itu dan harus sudah disertai
dengan bunga yang sudah diperhitungakan sebelumnya.
Dengan demikian, seandainya perusahaan tidak mampu
membayar kembali hutang dan bunganya, maka kreditur dapat
memaksa perusahaan untuk menjual asset yang dijadikan
jaminannya. Oleh karena itu, kegagalan untuk membayar
kembali hutang atau bunganya akan mengakibatkan para
pemilik perusahaan kehilangan kontrol
terhadap perusahaannya seperti halnya terhadap sebagian atau
keseluruhan modalnya yang ditanamkan dalam perusahaan.
Begitu pula sebaliknya, para krediturpun dapat kehilangan
kontrol terhadap sebagian atau seluruhnya dana/pinjaman dan
bunganya, karena segala macam bentuk yang ditanamkan di
dalam perusahaan selalu dihadapkan pada risiko kerugian.
Struktur modal pada dasarnya merupakan suatu pembiayaan
permanen yang terdiri dari modal sendiri dan modal asing,
dimana modal sendiri terdiri dari berbagai jenis saham dan
laba ditahan. Penggunaan modal asing akan menimbulkan
beban yang tetap dan besarnya penggunaan modal asing ini
menentukan besarnya leverage keuangan yang
digunakan perusahaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin besar
proporsi modal asing/ hutang jangka panjang dalam struktur
modal perusahaan, akan semakin besar pula risiko
kemungkinan terjadinya ketidakmampuan untuk membayar
kembali hutang jangka panjang beserta bunganya pada tanggal
jatuh temponya. Bagi kreditur hal ini berarti bahwa
kemungkinan turut serta dana yang mereka tanamkan di dalam
perusahaan untuk dipertaruhkan pada kerugian juga semakin
besar.
2. Modal Sendiri ( Shareholder Equity )
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik
perusahaan dan yang tertanam dalam perusahaan untuk waktu
yang tidak tertentu lamanya (Riyanto: 2001). Modal sendiri
berasal dari sumber intern maupun sumber extern . Sumber
intern di dapat dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan,
sedangkan sumber extern berasal dari modal yang berasal
dari pemilik perusahaan. Modal sendiri juga dapat didefinisikan
sebagai dana yang “dipinjam” dalam jangka waktu tak terbatas
dari para pemegang saham. Komponen modal sendiri terdiri
dari:
Modal Saham
Sumber modal sendiri dapat berasal dari dalam
perusahaan maupun luar perusahaan. Sumber dari dalam
( internal financing) berasal dari hasil operasi perusahaan
yang berbentuk laba ditahan dan penyusutan. Sedangkan
sumber dari luar ( external financing) dapat dalam bentuk
saham biasa atau saham preferen (Husnan: 2000). Saham
adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta
dalam suatu PT, dimana modal saham terdiri dari :
− Saham Biasa ( Common Stock )
− Saham Preferen ( Preferred Stock )
− Saham Preferen Kumulatif ( Cummulative Prefered
Stock )
Cadangan
Menurut Riyanto (2008) cadangan dimaksudkan sebagai
cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang dibentuk
oleh perusahaan selama beberapa waktu yang lampau
atau dari tahun yang berjalan ( reserve that are surplus ).
Tidak semua cadangan termasuk dalam pengertian modal
sendiri. Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri
antaralain:
− Cadangan Ekspansi
− Cadangan modal kerja
− Cadangan selisih kurs
− Cadangan untuk menampung hal-hal atau kejadian-
kejadian yang tidak diduga sebelumnya.
Laba Ditahan
Laba ditahan adalah sisa laba dari keuntungan yang tidak
dibayarkan sebagai deviden. Komponen modal sendiri ini
merupakan modal dalam perusahaan yang dipertaruhkan
untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun risiko
kerugian-kerugian lainnya. Modal sendiri ini tidak
memerlukan adanya jaminan atau keharusan
untuk  pembayaran kembali dalam setiap keadaan maupun
tidak adanya kepastian tentang jangka waktu pembayaran
kembali modal yang disetor. Oleh karena itu, tiap-
tiap perusahaan harus mempunyai sejumlah minimum
modal yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan
hidup perusahaan.
Anggaran Dasar PT
Anggaran Dasar PT memuat sekurang-kurangnya: [20]
1. Nama dan tempat kedudukan PT;
2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT;
3. Jangka waktu berdirinya PT;
4. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal
disetor;
5. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah
saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada tiap
saham, dan nilai nominal tiap saham;
6. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan
Komisaris;
7. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
8. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota
Direksi, dan Dewan Komisaris;
9. Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden.
Anggaran Dasar tidak boleh memuat: [21]
1. Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
2. Ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri
atau pihak lain.
Likuidasi, Pembubaran, dan Berakhirnya Status Badan Hukum PT
Meskipun kebanyakan didirikan untuk jangka waktu yang tidak
terbatas, adakalanya PT harus dibubarkan atau dapat dibubarkan
seiring dengan kemungkinan kerugian sebagai bagian dari resiko
menjalankan sebuah usaha. Bagi PT yang memang didirikan untuk
jangka waktu tertentu, maka PT harus dibubarkan setelah melewati
jangka waktu yang telah ditentukan dalam anggaran dasarnya.
Berikut adalah beberapa alasan pembubaran PT:
1. RUPS memutuskan pembubaran PT;
2. Karena jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar
telah berakhir;
3. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan
niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit
PT tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
4. Dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan;
5. Karena harta pailit PT yang telah dinyatakan pailit berada dalam
keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang; atau
6. Karena dicabutnya izin usaha PT sehingga mewajibkan PT
melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam terjadi pembubaran PT sebagaimana dimaksud di atas, wajib
diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator.
Dalam hal alasan pembubaran adalah sebagaimana disebutkan
dalam angka 1, angka 2, dan angka 3 di atas, jika RUPS tidak
menunjuk likuidator, maka direksi PT bertindak sebagai likuidator.
Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara,
pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan
pengawasan terhadap Direksi mutatis mutandis berlaku bagi
likuidator. Pembubaran PT tidak serta merta mengakibatkan PT
kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi
dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau
pengadilan.
Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal pembubaran PT, likuidator wajib memberitahukan
kepada semua kreditor mengenai pembubaran PT dengan cara
mengumumkan pembubaran PT dalam surat kabar dan Berita
Negara Republik Indonesia dan pembubaran PT kepada Menteri
Hukum dan HAM untuk dicatat dalam daftar perusahaan (daftar
PT) bahwa PT dalam likuidasi.
Menteri Hukum dan HAM mencatat berakhirnya status badan
hukum PT, menghapus nama PT dari daftar perusahaan (daftar
PT), dan mengumumkan berakhirnya status badan hukum PT
dalam Berita Negara Republik Indonesia setelah:
1. likuidator memberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM
dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam surat
kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan
kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima
pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya; dan
2. hakim pengawas menerima laporan pertanggungjawaban
kurator.
Kelebihan dan Kelemahan Pendirian PT [22]
Kelebihan PT:
1. Memungkinkan pengumpulan modal besar;
2. Memiliki status sebagai badan hukum, sehingga PT merupakan
subjek hukum dan mandiri, status sebagai badan hukum juga
membuka kemungkinan usaha lebih luas (seluruh bidang usaha
terbuka, termasuk bidang keuangan);
3. Tanggung jawab terbatas, artinya bahwa pemegang saham
sebagai pemilik PT memiliki tanggung jawab yang terbatas,
sebanding dengan jumlah nilai nominal saham yang dimiliki;
4. Pengalihan kepemilikan lebih mudah;
5. Jangka waktu dapat tidak terbatas;
6. Manajemen yang lebih kuat;
7. Lebih fleksibel, karena hampir semua bentuk kegiatan ekonomi
terbuka bagi PT;
8. Kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin;
9. Biasanya untuk Penanaman Modal Asing (PMA) ada fasilitas
bebas pajak ( tax holiday ).
Kekurangan PT:
1. Pengenaan pajak ganda, misalnya pengenaan PPh atas laba
perusahaan, yang kemudian PPh dikenakan lagi atas bagian
laba yang dibagikan pada pemegang ssaham dalam bentuk
deviden;
2. Ketentuan perundangan lebih ketat;
3. Rahasia perusahaan relatif kurang terjamin;
4. Pendirian perusahaan relatif sulit, lama dan biaya lebih besar;
5. Biasanya untuk PMA, sedikit lebih rentan terhadap situasi dan
kondisi sosial, politik, dan keamanan suatu negara.
Simpulan
PT adalah adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksananya. PT memiliki dasar
hukum dan bentuk yang lebih jelas dibandingkan dengan badan
usaha lainnya, ketentuan yang mengaturnya adalah Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Secara sederhana struktur organiasi PT terdiri dari RUPS, Direksi,
dan Komisaris. RUPS merupakan pemilik PT (owner). Direksi
merupakan organ pelaksana yang mengurus PT, mewakili PT baik
di dalam maupun di luar pengadilan. Komisaris merupakan organ
pengawas yang mengawasi kinerja Direksi dan bertanggungjawab
kepada RUPS.
Legalitas PT dapat dilihat dari dua aspek, yakni legalitas
institusional dan legalitas operasional. Legalitas institusional
merupakan segala persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi
agar PT dapat berdiri secara sah. Sedangkan legalitas operasional
merupakan segal persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi
agar PT dapat menjalankan usahanya, terutama terkait perizinan-
perizinan.
[1] Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia , Bayumedia,
Malang, 2007, hlm 15.
[2] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
[3] Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk
Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus , Prenada Media, Jakarta, 2005,
hal 96-97.
[4] Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
[5] Munir Fuady, “Perseroan Terbatas Paradigma Baru”, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 37, dalam http://
applawbuss.blogspot.com/2011/04/hukum-perseroan-
terbatas.html diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
[6] Mulhadi, “Hukum Perusahaan”, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010,
hal. 11, dalam http://applawbuss.blogspot.com/2011/04/hukum-
perseroan-terbatas.html diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
[7] M. Udin Silalahi, “Badan Hukum Organisasi Perusahaan”, IBLAM,
Jakarta, 2005, hal. 7, dalam http://
applawbuss.blogspot.com/2011/04/hukum-perseroan-
terbatas.html diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
[8] Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, op. cit. hal 98.
[9] Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia,
Malang, 2007, hlm 126.
[10] Ibid.
[11] Tujuan sebagaimana dituangkan dalam angka 2 sampai
dengan angka 4 dikutip dari Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi
Indonesia, Bayumedia, Malang, 2007, hlm 127.
[12] Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas.
[13] Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas.
[14] Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas.
[15] http://legalakses.com/modal-perseroan-terbatas/
[16] Pasal 53 Undang-Undang Perseroan Terbatas
[17] http://legalakses.com/modal-perseroan-terbatas/
[18] ibid
[19] Dikutip dari http://www.scribd.com/doc/46779249/Modal-
Dan-Saham-Pt , diakses pada tanggal 14 November 2012.
[20] Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
[21] Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
[22] Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, op. cit., hal 104.

Aspek perseroan terbatas

CORAK DAN SISTEM HUKUM ADAT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jika lihat dari perkembangan hidup manusia, suatu hukum
tersebut bisa terjadi mulai dari diri manusia yang telah diberikan
kesempurnaan yaitu berupa akal dan pikiran yang belum tentu
dimiliki oleh makhluk lain. Dimana perilaku-perilaku tersebut
nantinya akan menjadi kebiaasaan pribadi yang kemudian akan di
ikuti oleh masyarakat sekitar yang lambat laun akan menjadi suatu
adat. Setelah adat terbentuk pada suatu masyarakat, mereka akan
saling mempercayai hal-hal yang dilakukan secara turun temurun
tersebut. kemudian kebiasaan masyarakat ini lambat laun akan
menjadikan adat tersebut sebagai adat yang mau tidak mau harus
diikuti bagi semua masyarakat yang ada pa tempat tertentu yang
memiliki sanksi-sanksi, baik berupa sanksi moral, maupun sanksi
dari Pemangku Adat setempat.
Perkembangan zaman maupun kemajuan teknologi dan gaya
hidup masyarakat modern ternyata sangat sulit untuk meninggalkan
kebiasaan yang hidup didalam peri kehidupan masyarakat,
walaupun demikian mungkin hanya terlihat dalam proses zaman
yaitu kebiasaan tersebut slalu dapat menerima dan menyesuaikan
diri dengan keadaan dan kehendak zaman, sehingga kebiasaan atau
adat itu tetap berkembang dan lestaridalam keberadaannya saat ini.
Oleh karena itu kami mengajak halayak banyak untuk
melestarikan adat serta budaya Indonesia mulai dari sabang sampai
marauke.adat bangsa Indonesia ini slalu berkembang dan
senantiasa bergerak dan mengikuti peradaban-peradaban bangsa di
dunia. Adat istiadat yang hidup ditengah-tengah kita merupakan hal
yang sangat mengagumkan bagi Hukum Adat kita sebagai hukum
asli dari masyarakat dan bangsa Indonesia.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah unsur-unsur yang membentuk Hukum Adat?
Bagaimanakah sifat umum Hukum Adat?
Bagaimanakan macam-macam corak dari Hukum Adat itu?
Bagaimanakah sistem Hukum Adat?
Tujuan
Untuk menjelaskan bahwa unsur- unsur apa saja yang
membentuk terjadinya Hukum Adat.
Untuk memberikan petunjuk mengenai wujud Hukum Adat.
Untuk lebih mengenal corak-corak Hukum adat yang ada
didaerah kita.
Untuk mengidentifikasi sistem Hukum Adat di Indonesia?
Metode
Dalam pembuatan makalah ini saya menggunakan sebuah
metode, yaitu METODE STUDI PUSTAKA dan METODE STUDI KASUS
yaitu
Metode studi pustaka merupakan metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan pengambilan data atau keterangan dari
buku-buku dan sumber-sumber dari internet. Kelebihan dari metode
ini yaitu dapat memperoleh banyak informasi yang dibutuhkan
tanpa melakukan survey terlebih dahulu.
Sedangkan studi kasus disini kami mengkaitkan materi dengan
kasus atau kejadian yang ada pada masyarakat sekitar.
Keuntungan dari metode ini yaitu kita dengan mudah dapat
memahami dan lebih mendalami materi yang kita kaji.
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum adat adalah keseluruhan aturan yang menjelma dari
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas)
yang mempunyai kewibawaan serta mempunyai pengaruh dan yang
dalam pelaksanaan berlakunya serta merta dan ditaati dengan
sepenuh hati. Hukum adat dalam proses abadi dibentuk dan
dipelihara oleh dan dalam keputusan pemegang kekuasaan (Tolib
Setiady,S.H M.Pd., M.H)
Unsur-Unsur Pembentuk Hukum Adat
Unsur-unsur hukum adat dengan perpedoman atau
batasan hukum adat dari Prof. Dr SOEPOMO, S.H, ditambah dengan
formulasi Hukum adat dari para pakar yang berkumpul di
Yogyakarta dalam seminar Hukum Adat dan pembinaan hukum
Nasiaonal tersebut dimuka, maka dapat dinyatakan bahwa”
terwujud Hukum Adat itu di pengaruhi Agama”.
Seminar sendiri menyatakan “Hukum adat merupakan
Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk Perundang-
undangan Republik Indonesia, yang di sana sini mengandung Unsur
Agama”.Pandangan bahwa unsur Agama memberi pengaruh
terhadap perwujudan Hukum Adat bukanlah pandangan baru, sebab
menurut Prof.Dr. SOEKANTO ( 1985 :57 ) dinyatakan sebagai
berikut:
Jika kita mengeluarkan pertanyaan hukum apakah menurut
kebenaran, keadaan yang bagian terbesar terdapat dalam Hukum
Adat, maka jawabannya adalah Hukum Melayu Polinesia yang asli
itu dengan disana sini sebagai bagian yang sangat kecil adalah
hukum Agama.
Demikian pula Prof.Mr.Mm Djojodigoeno mengemukakan
batasan yang sama karna beliau berpandangan sebagai berikut. “
unsur lainya yang tidak begitu besar artinya atau luas pengaruhnya
ialah unsur-unsur ke agamaan , teristimewa unsu-unsur yang
dibawa oleh agama Islam, pengruh Agama Hindu dan Kristenpun
ada juga.
Dengan denikian kita sepakat bahwa pengaruh Agama
terhadap proses terwujudnya Hukum Adat sangat bersifat umum
dan diakui oleh para pakar Hukum adat pada umumnya.
Contoh:
Rangkaian adat di Lombok terutama di desa Bayan,
kecamatan Bayan pada prosesi adat yang bernama “Maulid Adat”.
Maulid adat ini dilakukan satu tahun sekali setiap acara maulid
Nabi. Yang membedakan maulid yang ada di Desa Bayan dengan
daerah-daerah lain yaitu dilakukan secara adat tradisional khas
Bayan dengan menggunakan baju adat. Baju adat yang digunakan
masih bercorak Hindu. Disini kita dapat melihat bahwa agama dapat
mempengaruhi dan menjadi unsure dalam suatu adat yang kita
lakukan.
Jadi, setelah kita melihat definisi dari para pakar dan
sepenggal contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa agama
sangatlah mempengaruhi lahirnya adat manusia. Semua adat yang
dilakukan oleh masyarakat indonesia kebanyakan mengaitkannya
dengan agama. Mereka melakukan kegiatan tersebut sejak nenek
moyang mereka lahir dan masih berkembang sampai sekarang.
Wujud Hukum Adat
Di dalam masyarakat hukum adat terlihat dalam 3 wujud yaitu  :
1. Hukum yang tidak tertulis (Ius Non Scriptum)
2. Hukum yang tertulis (ius Scriptum)
Misalnya :
Perturan perundang-undangan yang dikeluarkan raja-raja atau
sultan-sultan dahulu di jawa, Bali, dan di Aceh.
3. Uraian-uraian Hukum secara tertulis lazimnya.
Uraiannya berupa hasil penelitian yang dibukukan seperti
antara lain  :
Buku hasil penelitian Soepomo yang berjudul “Hukum Perdata
Adat Jawa Barat” dan buku hasil penelitian Jaya Diguno/Tirta
winata yang diberi judul “Perdata Adat Jawa Tengah”.
Sifat Hukum Adat
Menurut Prof. Mr, F.D HOLEMAN ada empat sifat umum
Hukum Adat
sifat Relegium Magis
Sehubung dengan sifat Religio Magis ini Dr. Kuntjara
Ninggrat dalam tesnya menulis bahwa”alam fikiran Religio Magis”
itu mempunyai Unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kepercayaan kepada mahluk Halus,Roh_roh Dan
Hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta
dan khusus terhadap gejala-gejala alam, tumbuhan,
binatang, tibuh manusia, dan benda-benda lainya.
2. Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi
seluruh alam semesta dan khusus terdapat pada
pristiwa-peristiwa luar baisa,tumbuh-tumbuhan yang
luarbiasa ,benda-benda yang luar biasa,dan suara-
suara yang luar biasa.
3. Anggapan bahwa kekuatan sakti yang fasip itu
dipergunakan sebagai “magischeb kracht”dalam
berbagai perbuatan ilmu ghaib untuk mencapai
kemauan manusia untuk menolak bahaya ghaib.
4. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan saksi dalam
alam menyebabkan keadaan krisis ,menyebabkan
timbulnya berbagaimacam bahaya ghaib yang hanya
dapat di hindari atau di hindarkan dengan berbagai
macam pantangan.
Sifat Komun ( Comun/ Masyarakat )
adalah suatu corak yang khas dari masyarakat kita yang
masih sangat terpencil atau dalam kehidupan sehari-hari masih
sanagat tergantung pada tanah atau alam pada umumnya.
Masyarakat desa atau senantiasa memegang peranan yang
menentukan pertimbangan putusan yang tidak boleh dan tidak
dapat disia-siakan. Keputusan desa adalah berat berlaku terus
dalam keadaan apaun juga harus di patuhi dengan hormat.
Prof.Dr. Achmad Sanusi, S.H, M.P.A (1991 : 126 )
Ditegaskan Bahwa dalam hal sifat Comun ini:
“setiap orang merasa dirinya benar-benar selaku anggota
masyarakat  bukan sebagai oknum yang berdiri sendiri terlepas dari
imbangan-imbangan sesamanya, ia menerima hak serta
menanggung kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Kepentingan
pribadi seseorang selalu diimbangi oleh kepentingan umum.
Demikaian sama pula halnya dengan hak–hak pribadi seseoranng
selalu di imbangi dengan kepentingan umum. Hak-hak subyektif
dijalankan dengan memperhatikan fungsi sosialnya.
Ia terikat kepada sesamanya, kepada kepala adat dan
kepada masyarakatnya. Lahirlah keinsyafan akan keharusan tolong
menolong, gotong royong, dalam mengerjakan suatu kepentingan
dalam masyarakat. Cara-cara bertindak dalam hubungan sosial
ataupun hukum selalu di sertai asas-asas permusyawaratan,
kerukunan, perdamaian, keputusan dan keadilan”.
c. Sifat Kontant
Sifat kontant atau Tunai ini mengandung arti bahwa
dengan suatu perbuatan nyata atau suatu perbuatan simbolis atau
suatu pengucapan, tindakan hukum yang di maksud telah selesai
seketika itu juga dengan serentak bersama itu juga dengan
serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat atau mengucapkan
yang diharuskan oleh adat.
Contoh :
Jual beli lepas, Perkawinan Jujur, melepaskan Hak atas
tanah, adopsi dan sebagainya.
d. sifat konkrit ( Visual )
Didalam arti berfikir yang tentu senantiasa di coba dan di
usahakan supaya hal-hal yang dimaksud, dininginkan, dikhendaki
atau di kerjakan, di transpormasikan atau diberi wujud suatu benda,
diberi tanda yang kelihatan baik langsung maupun menyerupai
obyek yang di kehendaki.
Contoh :
Panjer di dalam jual beli atau dalam hal memindahkan hak atas
tanah, Paningset (payangcang) dalam pertunanangan, membalas
dendam terhadap yang membuat patung, boneka atau barang lain
lalu barang itu di musnahkan, dibakar atau di pancung.
Corak Hukuk Adat
Prof. Hilman Hadikusumah, S.H., menegaskan bahwa Hukum
Adat Indonesia yang normatif pada umumnya menunjukkan corak-
corak sebagai berikut:
Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional , artinya
“bersifat turun temurun dari zaman nenek moyang sampai ke anak-
cucu-cicit sekarang dimana keadaannya masih tetap berlaku dan
tetap dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Secara
tidak langsung tradisi yang telah dilakukan oleh orang tua atau
nenek moyang kita terdahulu akan memberikan inspirasi kepada
keturunan mereka bahwa tradisi itu harus dipertahankan. Mereka
lambat laun akan mempercayai hal-hal yang berbau mitos menjadi
hal yang bisa masuk akal.
Misalnya:
Di dalam hukum kekerabatan Adat Suku Sasak
Kekerabatan orang sasak terutama Bangsawan menarik garis
keturunan laki-laki, sejak dahulu sampai sekarang adat kekerabatan
tersebut masih terus dilakukan. Perempuan yang garis keturunan
bangsawan harus menikah dengan laki-laki keturunan bangsawan.
Sedangkan wanita yang tidak menikah dengan keturunan
bangsawan atau menikah dengan masyarakat menak (masyarakat
biasa), maka garis keturunan wanita akan mengikuti laki-laki tanpa
membawa gelar kebangsawanannya. Didalam kekerabatan tersebut
laki-laki paling ditonjolkan dalam keluarga, sebab menurut mereka
laki-laki merupakan pemimpin dan imam bai anak dan istri mereka
kelak.
Di Bayan, Lombok Utara
Corak tradisional di Lombok utara di tandai dengan ketentuan
bahwa dalam hukum kewarisan berupa harta tetap seperti rumah,
sawah dan lain-lain berdasarkan patrilinial (garis keturunan laki-laki)
dengan aturan nyenyong berbanding melembah. Nyenyong disini
merupakan sebutan bagi perempuan dan melembah untuk laki-laki.
Artinya laki-laki memperoleh bagian yang lebih banyak dari
perempuan, walaupun perempuan tersebut lebih tua dari laki-laki.
Jika hartaitu berupa aset tidak tetap seperti rumah atau perabot
maka yank berhak atas semua itu adalah perempuan.
Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat “magis relegius” yaitu
sifat keagamaan artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah
hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang Ghaib dan
atau berdasarkan ajaran Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Menurut kepercayaan Bangsa Indonesia, bahwa di alam
semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (animism), benda-benda
itu punya daya bergerak (dinamisme) di sekitar kehidupan manusia
itu ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia (jin,
malaikat, dan lain-lain), dan alam jagat ini ada karena ada yang
menciptakan yaitu Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya apabila
manusia akan memutuskan atau menetapkan, mengatur,
menyelesaikan suatu karya (hajat) biasanya berdoa memohon
keridhoan Yang Maha Pencipta, Yang GHaib, dengan harapan
bahwa hajat tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang
dikehendaki dan tidak melanggar pantangan atu pamali yang dapat
mengakibatkan timbulnya kutukan dari Tuhan Yang Maha Kuasa
(prof. Hilman Hadikusumah).
Misalnya:
Adat masyarakat terutama yang beragama islam dalam
memulai pembicaraan, datang bertamu, selalu mengucapkan
salam. Karna itu merupan ajaran Rasullah dan harus kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Umat hindu (Bali) ditempat-tempat
tertentu mereka mendirikan tugu tempat sesajen.
Corak keagamaan di dlam Hukum Adat ini sudah tertian di
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke-3 yang
berbunyi :” atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorong keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka Rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”.
Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan
(communal), artinya “ia lebih mengutamakan kepentingan bersama
dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama
( satu untuk semua. Semua untuk satu). Hubungan hukum antara
anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya
didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong
dan gotong royong”. Oleh karenanya hingga sekarang kita masih
dapat melihat adanya tanah pusaka yang tidak dibagi-bagi secara
individual melainkan menjadi milik bersama untuk kepentingan
bersama. Di pedesaan jika ada tetangga yang terkena musibah atau
kematian, para tetangga akan saling berdatangan untuk
menyampaikan bela sungkawa, atau masyarakat sasak di Lombok
menyebutnya dengan Belangar. Belangar ini merupakan adat yang
diterapkan dimana seseorang akan membawa berupa beras atau
gula untuk dibawa ketempat acara kematian tersebut. Semua ini
dilakukan untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.
Konkrit Dan  Visual
Corak Hukum Adat adalah Konkrit, artinya “jelas, nyata
berwujud”, Visual artinya “dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak
sembunyi”. Jadi, sifat hubungan hukum yang berlaku di dalam
Hukum Adat itu adalah “terang dan tunai, tidak samar-samar, terang
disaksikan, diketahui, dilihat dan didengar orang lain, dan nampak
terjadi ijab Kabul ( serah terima).
Misalnya:
Di dalam jual beli jatuh bersamaan waktunya antara pembayaran
harga dengan penyerahan barangnya. Jika barang diterima pembeli
akan tetapi harganya belum dibayar, maka hal itu bukanlah jual beli,
melainkan utang piutang.
Dalam perjanjian jual beli tanah misalnya, di mana pihak pembeli
dan penjual sepakat akan tetapi harga tanahnya belum dibayar dan
tanahnyapun belum deserahkan oleh penjualnya. Biasanya pembeli
member uang panjer sebagai tanda pengikat (tanda jadi). Artinya si
penjual tanah tidak boleh lagi menjual tanahnya pada orang lain.
Terbuka Dan Sederhana
Corak Hukum Adat Terbuka, artinya” dapat menerima
masuknya unsur-unsur yang datanng dari luar asal saja tidak
bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri”. Sederhana,
artinya “bersahaja, tidak rumit, tidak banyak administrasinya,
bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah dimengerti dan
dilaksanakan berdasarkan saling percaya mempercayai”.
Keterbukaan, misalnya dapat dilihat dari masuknya Agama
Hindu dalam hukum perkawinan adat yang disebut Kawin Anggau,
yaitu jika suami wafat maka si istri kawin lagi dengan saudara si
suami. Atau masuknya pengaruh Agama Islam didalam hukum
waris adat yang disebut “pembagian sagendong sapikul” (bagian
warisan bagi ahli waris pria dan wanita berbanding 2:1).
Kesederhanaannya, dapat dilihat dari contoh sebagai berikut.
Terjadinya transaksi-transaksi yang berlaku tanpa surat
menyurat, misalnya didalam perjanjian bagi hasil antara pemilik
tanah dengan penggarap cukup adanya kesepakatan ke dua belah
pihak secara lisan dengan tanpa adanya surat menyurat dan
kesaksian dari Kepala Desa.
Dalam transaksi gadai, sewa-menyewa, Hutang-piutanng, Tukar-
menukar, sangat sederhana karena tidak menggunakan bukti
tertulis.
Dalam system perkawinan (masa lampau) memang tidak
menggunakan surat kawin, bahkan sampai sekarangpun dikalangan
kaum petani dan nelayan kecil ( miskin) di daerah terpencil masih
banyak yang tidak membutuhkan surat kawin, apalagi mengingat
biayanya cukup mahal.
Dalam pembagian warisan menurut Hukum Adat, jarang sekali
dibuatkan surat menyurat tanda pembagian dan banyaknya bagian
dari para ahli waris.
Dapat Berubah Dan Menyesuaikan
Menurut prof. Dr. Supomo, S.H., sebagaimana yang telah
ditegaskan oleh Prof. Mr. Cornellis Van Vollenhoven dinyatakan
sebagai berikut: “ Hukum Adat terus menerus dalam keadaan
tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Hukum Adat
pada waktu yang telah lampau agak berbeda isinya. Hukum adat
menunjukkan perkembangan, dan seterusnya”.
Di Indonesia Hukum Adat menyesuaikan diri dengan kehidupan
bangsa yang ada di Indonesia sepanjang perjalanan sejarahnya
(Moch Koesnnoe 1993:67). Dengan demikian Hukum adat dapat
berubah menurut keadaan, waktu dan tempat.
Adat yang Nampak sekarang sudah jauh berbeda dari adat di
masa Hindia Belanda. Dahulu kebanyakan transaksi jual-beli,
pembagian harta warisan, pinjam meminjam tidak pernah dibuat
bukti tertulis, namun sekarang seiring dengan perkembangan
zaman dan kemajuan di bidang pendidikan, serta banyaknya
tindakan penipuan di masyarakat, maka transaksi tersebut dibuat
dengan menggunakan system surat menyurat walaupun masih
terbatas di bawah tangan belum dilakukan di hadapan Notaris.
Maka tertinggallah adat yang tak lekang dipanas dann tak
lapuk dihujan, karena telah berubah sesuai dengan tuntutan
perkembangan pola perilaku masyarakat sekarang.
Tidak Dikodifikasi
Hukum Adat kebanyakan tidak tertulis walaupun ada juga di
antaranya yang dicatat didalam aksara daerah , bahkan ada yang
dibukukan dengan cara yang tidak sistematis, namun hanya
sekedar sebagai pedoman dan bukan mutlak harus dilaksanakan
oleh anggota masyarakat, kecuali yang bersifat perintah Tuhan.
Jadi, hukum adat pada umumnya tidak dikodifikasikan seperti
halnya hukum barat ( Eropa) yang disusun secara teratur dan
sistematis di dalam kitab yang disebut kitab Perundang_undangan,
sehingga oleh karena hukum adat mudah berubah dan dapat
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Musyawarah dan Mufakat
Hukum Adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat
di dalam keluarga, didalam hubungan kekerabatan dan
ketetanggaan baik untuk memulai sesuatu pekerjaan maupun
didalam mengakhiri pekerjaan apalagi yang bersifat peradilan
didalam menyelesaikan perselisihan antara satu dengan yang
lainnya.
Didalam menyelesaikan perselisihan selalu diutamakan jalan
penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah
mufakat, tidaklah tergopoh-gopoh begitu saja langsung
menyampaikannya atau menyelesaikannya ke pengadilan Negara.
Jalan penyelesaian damai yang demikian sangat membutuhkan
adanya itikat baik dari para pihak dan adanya semangat yang adil
dan bijaksana dari orang yang dipercayakan sebagai penengah,
atau semangat dari Majelis Permusyawaratan Adat.
Sistem Hukum Adat
Suatu sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai
unsur,  dimana unsur yang satu dengan yang lain secara fungsional
saling bertautan sehingga memberikan suatu kesatuan pengertian.
Selanjutnya berbicara mengenai sistem hukum adat ini
Prof. Dr. SOEPOMO, SH, menyebutkan sebagai berikut.
“Tiap-tiap hukum merupan suatu sistem yaitu peraturan-
peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas
kesatuan alam fikiran, begitupun Hukum Adat. Sistem Hukum Adat
bersendi atas dasar-dasar alam pikiran Bangsa Indonesia yang
tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum
barat. Untuk dapat sadar sistem hukum adat orang harus
menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup didalam
masyarakat Indonesia.
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka apabila
dibandingkan dengan Hukum Barat (Eropa) sistematik Hukum Adat
Orang Lampung yang disebut “KUNTJARA RAJA NITI” (tidaklah
sistematis oleh karena tidak dikelompokkan kaidah-kaidah hukum
yang sama, uraian pasal-pasalnyapun melompat).
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka SISTEM
HUKUM ADAT adalah mencakup hal-hal sebagai berikut.
Mendekati Sistem HUKUM INGGRIS
Menurut Prof. Mr. MM. DJOJODIGEONO , dikatan bahwa
“Dalam Negara AGLO SAXON dimana sistem Common Law
tidak lain daripada sistem hukum adat hanya bahannya berlainan.
Didalam Hukum Common Law bahannya membuat banyak unsur-
unsur Hukum Romawi Kuno yang konon katanya telah mengalami
RECEPTIO IN COMPLEXU .
Kemudian didalam ENCILOPEDIA AMERICANA (1983)
DIKATAKAN”
“Bahwa Civil Law di Eropa Barat dan daerah-daerah yang
pernah dikuasai oleh Orang Eropa bertindak kepada Hukum Romawi,
bersumber dari badan legislatif dan berbentuk kodifikasi sedangkan
Common Law di Inggris dan didaerah-daerah lain yang kebanyakan
berasal dari keputusan-keputusn hakim. Oleh karenanya istilah
Common Law merupakan hukum yang disebut sebagai JUDGE
MADE LAW berbeda CIVIL LAW yang merupakan statury law.
Common Law di Inggris berkembang sejak formulaan abad
ke IX dibawah kekuasaan Raja WILLIAM THE QONQUEROR yang
meletakkan dasar-dasar pemerintahan pusat pada peradilan Raja
yang disebut CURIA REGIS yaitu peradilan yang menyelsaikan
berbagai perkara suatu perselisihan secara damai.
Jadi, di Inggris dikenal adanya Juru Damai yang disebut
Justice of the peac . Hal ini mirip Peradilan Adat (peradilan desa) di
Indonesia yang menyelsaikan perkara perselisihan secara damai
(dimasa-masa lalu dan sekarang sudah tidak berlaku). Namun di
Inggris seseorang menuntut orang lain di Muka Hakim Pidana tanpa
melalui badan penuntut.
Tidak membedakan Hukum Publik dan Hukum Privat
Hukum Adat kita tidak seperti halnya Hukum Eropa dimana
membedakan antara hukum yang bersifat publik dan bersifat
perdata. Hukum publik yang menyangkut kepentingan umum
seperti Hukum Ketata Negaraan yang mengatur tugas-tugas
pemerintahan dan anggota-anggota masyarakat. Hukum Perdata
dan Hukum Sipil (privat) yang mengatur hubungan antara anggota-
anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya, dan anggota
masyarakat terhadap badan negara sebagai badan hukum.
Pembagian Hukum Publik Hukum Privat ini berasal dari
Hukum Romawi. Hukum Publik dipertahankan oleh pribadi-pribadi
individu. Hukum adat tidak membedakan berdasarkan kepentingan
dan siapa yang mempertahankannya dari kepentingan yang
dimaksud. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara
kepentingan umum dan kepentingan khusus.
Tidak Membedakan HAK KEBENDAAN DAN HAK PERORANGAN
Hukum Adat tidak membedakan antara hak kebendaan
(zakelijke rechten) yaitu hak yang berlaku bagi setiap orang dan
hak perseorangan (persolijke rechken) yaitu hak seseorang untuk
menuntut orang lain agar berbuat atau tidak berbuat terhadap hak-
haknya.
Menurut Hukum Barat atau Eropa setiap orang yang
mempunyai hak atas sesuatu benda berarti ia berkuasa untuk
berbuat (menikmati, memakai, mentransaksikan) benda miliknya itu
dan sekaligus karenanya mempunyai hak perseorangn atas hak
miliknya itu. Antara kedua hak itu tidak terpisah. Namun menurut
Hukum Adat , hak-hak kebendaan dan hak-hak perseorangan baik
berwujud benda maupun tidak berwujud benda seperti hak atas
nyawa, kehormatan hak cipta dan lain-lainnya tidak bersifat mutlak
sebagai hak pribadinnya sendiri oleh karena pribadinya tidak lepas
hubungan dengan kekeluargaan dan kekerabatannya.
Tidak membedakan Pelanggaran PERDATA dan PIDANA
Hukum Adat juga tidak membedakan antara perbuatan
yang sifatnya pelanggaran hukum perdata dan pelanggaran hukum
pidana sehingga perkara perdata diperiksa oleh hakim perdata dan
perkara pidana diperiksa oleh hakim pidana.
Menurut peradilan adat kedua pelanggaran dimaksud yang
dilakukan seseorang diperiksa, dipertimbangkan dan diputuskan
sekaligus dalam suatu persidangan yang tidak terpisah.
Misalnya:
A memiliki hutang kepada B, setelah B 2 kali menagih
kepada A akan tetapi A tidak nampak berusaha untuk melunasi
hutangnya. Ketika B menagih A untuk ketiga kalinya, bukannya B
dilayani dengan baik namun malah memukul B sampai kepalanya
terluka. B kemudian melaporkan perkara tersebut ke pihak yang
berwenang untuk di sidangkan di pengadilan.
Menurut Hukum Barat (Eropa), perkara penganiayaan itu
diperiksa oleh Hakim Pidana dan perkara utang piutang di periksa
oleh Hakim Perdata dalam pengadilan yang terpisah. Namun
Menurut Hukum Adat, kedua perkara tersebut diperiksa sekaligus
dalam persidangan (misalnya diputus oleh hakim bahwa A bersalah
dan dihukum agar melunasi hutangnya dan membayar denda pula
kepada B atas perbuatan penganiayaannya, kemudian keluarga B
wajib meminta maaf dan hidup rukun kembali dengan keluarga A).
dengan demikian kehidupan yang terganggu didalam kehidupam
masyarakat yang bersangkutan dikembalikan (dipulihkan) seperti
sedia  kala.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan yang fundamental
dalam sistem ini menurut SOEROJO WIGNJOEDIPOERO, S.H,
(1990:70) pada hakikatnya disebabkan oleh karena hal-hal sebagai
berikut:
a. Corak serta sifat yang berlainan antara Hukum
Adat dan Hukum Barat (Eropa),
b. Pandangan hidup (volkgeist) yang mendukung
kedua macam hukum itupun berbeda.
Aliran Hukum Barat bersifat libralistis dan bercorak
nasionalistis-intelektuallis, sedangkan aliran Timur khususnya aliran
pikiran tradisional Indonesia bersifat kosmis, tidak ada pembatasan
antara dunia lahir dan dunia ghoib, dunia manusia berhubungan
erat dengan segala hidup di alam ini. Segala sesuatu memiliki
sangkut paut dan saling mempengaruhi.
Menurut Abdoel Djamali (2008), berdasarkan sumber
hukum dan tipe hukum adat dari sembilan belas daerah mengenai
tata negara di indonesian sistem hukum adat dibagi menjadi tiga
kelompok:
Hukum adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat). Hukum
adat iini mengatur tentang susunan dari dan ketertiban dalam
persekutuan-persekutuan hukum(rechtsgemenschappen) serta
susunan dan alat-alat kelengkapan, jabatan-jabatan dan
penjabatannya.
Hukum Adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari:
1. hukum pertalian sanak (perkawinan, warisan);
2. hukum tanah (hak tanah, transaksi-transaksi tanah);
3. hukum perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-
transaksitentang benda selain tanah dan jasa).
Hukum adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-
peraturan tentang berbagai delik dan reaksi masyarakat terhadapp
pelanggaran hukum pidana tersebut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bahwa dengan demikian maka sumber hukum adat
Indonesia adalah berasal dari kehidupan sehari-hari yang langsung
timbul sebagai kenyataan kebudayaan orang Indonesia asli.
Berbagai macam corak dan sistem hukum adat yang ada di
Indonesia, namun masing-masing daerah di Indonesia memiliki cirri
khas tersendiri. Mereka memiliki aturan masing-masing dalam
menjalankan adat istiadat mereka.
SARAN
Lestarikanlah budaya adat dimanapun kalian berada tanpa
meninggalkan nilai-nilai keagamaan maupun melenceng dari ajaran
agama yang telah dipegang teguh selama ini.
DAFTAR PUSTAKA
Soepomo, R. Prof. Dr. S.H,(1993), “Bab-Bab Tentang Hukum Adat”,
Penerbit PT Raja Pradnya Pramita, Jakarta.
Soekanto, Prof. Dr. Mr., (1985), “Meninjau Hukum Adat Indonesia”,
Penerbit CV. Rajawali, Jakarta.
Tolib Setiadi, Bey, S.H. M. Pd.,(2000),” Pokok-Pokok Pengantar Ilmu
Hukum”, Penerbit Empat-Tiga, Bandung.
Achmad Sanusi, Prof. Dr. S.H.,(1991), “ Pengantar Ilmu Hukum dan
Pengantar Tata Hukum Indonesia”, Penerbit Tarsito, Bandung.
Abdoel Djamali R. S.H., (2008), Pengantar Hukum Indonesia , Raja
Grapindopersa, Jakarta.
Hilman Hadikusuma, Prof. S.H.,(1992), “ Pengantar Ilmu Hukum Adat
Indonesia”, Mandar Maju, Bandung.
Soerojo Wignjoedipoero, S.H, (1990:70), ”Pengantar dan Azas-azas
Hukum Adat”, Haji Masagung, Jakarta.
Menurut Abdoel Djamali (2008)

Corak hukum adat makalah

CORAK DAN SISTEM HUKUM ADAT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jika lihat dari perkembangan hidup manusia, suatu hukum
tersebut bisa terjadi mulai dari diri manusia yang telah diberikan
kesempurnaan yaitu berupa akal dan pikiran yang belum tentu
dimiliki oleh makhluk lain. Dimana perilaku-perilaku tersebut
nantinya akan menjadi kebiaasaan pribadi yang kemudian akan di
ikuti oleh masyarakat sekitar yang lambat laun akan menjadi suatu
adat. Setelah adat terbentuk pada suatu masyarakat, mereka akan
saling mempercayai hal-hal yang dilakukan secara turun temurun
tersebut. kemudian kebiasaan masyarakat ini lambat laun akan
menjadikan adat tersebut sebagai adat yang mau tidak mau harus
diikuti bagi semua masyarakat yang ada pa tempat tertentu yang
memiliki sanksi-sanksi, baik berupa sanksi moral, maupun sanksi
dari Pemangku Adat setempat.
Perkembangan zaman maupun kemajuan teknologi dan gaya
hidup masyarakat modern ternyata sangat sulit untuk meninggalkan
kebiasaan yang hidup didalam peri kehidupan masyarakat,
walaupun demikian mungkin hanya terlihat dalam proses zaman
yaitu kebiasaan tersebut slalu dapat menerima dan menyesuaikan
diri dengan keadaan dan kehendak zaman, sehingga kebiasaan atau
adat itu tetap berkembang dan lestaridalam keberadaannya saat ini.
Oleh karena itu kami mengajak halayak banyak untuk
melestarikan adat serta budaya Indonesia mulai dari sabang sampai
marauke.adat bangsa Indonesia ini slalu berkembang dan
senantiasa bergerak dan mengikuti peradaban-peradaban bangsa di
dunia. Adat istiadat yang hidup ditengah-tengah kita merupakan hal
yang sangat mengagumkan bagi Hukum Adat kita sebagai hukum
asli dari masyarakat dan bangsa Indonesia.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah unsur-unsur yang membentuk Hukum Adat?
Bagaimanakah sifat umum Hukum Adat?
Bagaimanakan macam-macam corak dari Hukum Adat itu?
Bagaimanakah sistem Hukum Adat?
Tujuan
Untuk menjelaskan bahwa unsur- unsur apa saja yang
membentuk terjadinya Hukum Adat.
Untuk memberikan petunjuk mengenai wujud Hukum Adat.
Untuk lebih mengenal corak-corak Hukum adat yang ada
didaerah kita.
Untuk mengidentifikasi sistem Hukum Adat di Indonesia?
Metode
Dalam pembuatan makalah ini saya menggunakan sebuah
metode, yaitu METODE STUDI PUSTAKA dan METODE STUDI KASUS
yaitu
Metode studi pustaka merupakan metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan pengambilan data atau keterangan dari
buku-buku dan sumber-sumber dari internet. Kelebihan dari metode
ini yaitu dapat memperoleh banyak informasi yang dibutuhkan
tanpa melakukan survey terlebih dahulu.
Sedangkan studi kasus disini kami mengkaitkan materi dengan
kasus atau kejadian yang ada pada masyarakat sekitar.
Keuntungan dari metode ini yaitu kita dengan mudah dapat
memahami dan lebih mendalami materi yang kita kaji.
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum adat adalah keseluruhan aturan yang menjelma dari
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas)
yang mempunyai kewibawaan serta mempunyai pengaruh dan yang
dalam pelaksanaan berlakunya serta merta dan ditaati dengan
sepenuh hati. Hukum adat dalam proses abadi dibentuk dan
dipelihara oleh dan dalam keputusan pemegang kekuasaan (Tolib
Setiady,S.H M.Pd., M.H)
Unsur-Unsur Pembentuk Hukum Adat
Unsur-unsur hukum adat dengan perpedoman atau
batasan hukum adat dari Prof. Dr SOEPOMO, S.H, ditambah dengan
formulasi Hukum adat dari para pakar yang berkumpul di
Yogyakarta dalam seminar Hukum Adat dan pembinaan hukum
Nasiaonal tersebut dimuka, maka dapat dinyatakan bahwa”
terwujud Hukum Adat itu di pengaruhi Agama”.
Seminar sendiri menyatakan “Hukum adat merupakan
Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk Perundang-
undangan Republik Indonesia, yang di sana sini mengandung Unsur
Agama”.Pandangan bahwa unsur Agama memberi pengaruh
terhadap perwujudan Hukum Adat bukanlah pandangan baru, sebab
menurut Prof.Dr. SOEKANTO ( 1985 :57 ) dinyatakan sebagai
berikut:
Jika kita mengeluarkan pertanyaan hukum apakah menurut
kebenaran, keadaan yang bagian terbesar terdapat dalam Hukum
Adat, maka jawabannya adalah Hukum Melayu Polinesia yang asli
itu dengan disana sini sebagai bagian yang sangat kecil adalah
hukum Agama.
Demikian pula Prof.Mr.Mm Djojodigoeno mengemukakan
batasan yang sama karna beliau berpandangan sebagai berikut. “
unsur lainya yang tidak begitu besar artinya atau luas pengaruhnya
ialah unsur-unsur ke agamaan , teristimewa unsu-unsur yang
dibawa oleh agama Islam, pengruh Agama Hindu dan Kristenpun
ada juga.
Dengan denikian kita sepakat bahwa pengaruh Agama
terhadap proses terwujudnya Hukum Adat sangat bersifat umum
dan diakui oleh para pakar Hukum adat pada umumnya.
Contoh:
Rangkaian adat di Lombok terutama di desa Bayan,
kecamatan Bayan pada prosesi adat yang bernama “Maulid Adat”.
Maulid adat ini dilakukan satu tahun sekali setiap acara maulid
Nabi. Yang membedakan maulid yang ada di Desa Bayan dengan
daerah-daerah lain yaitu dilakukan secara adat tradisional khas
Bayan dengan menggunakan baju adat. Baju adat yang digunakan
masih bercorak Hindu. Disini kita dapat melihat bahwa agama dapat
mempengaruhi dan menjadi unsure dalam suatu adat yang kita
lakukan.
Jadi, setelah kita melihat definisi dari para pakar dan
sepenggal contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa agama
sangatlah mempengaruhi lahirnya adat manusia. Semua adat yang
dilakukan oleh masyarakat indonesia kebanyakan mengaitkannya
dengan agama. Mereka melakukan kegiatan tersebut sejak nenek
moyang mereka lahir dan masih berkembang sampai sekarang.
Wujud Hukum Adat
Di dalam masyarakat hukum adat terlihat dalam 3 wujud yaitu  :
1. Hukum yang tidak tertulis (Ius Non Scriptum)
2. Hukum yang tertulis (ius Scriptum)
Misalnya :
Perturan perundang-undangan yang dikeluarkan raja-raja atau
sultan-sultan dahulu di jawa, Bali, dan di Aceh.
3. Uraian-uraian Hukum secara tertulis lazimnya.
Uraiannya berupa hasil penelitian yang dibukukan seperti
antara lain  :
Buku hasil penelitian Soepomo yang berjudul “Hukum Perdata
Adat Jawa Barat” dan buku hasil penelitian Jaya Diguno/Tirta
winata yang diberi judul “Perdata Adat Jawa Tengah”.
Sifat Hukum Adat
Menurut Prof. Mr, F.D HOLEMAN ada empat sifat umum
Hukum Adat
sifat Relegium Magis
Sehubung dengan sifat Religio Magis ini Dr. Kuntjara
Ninggrat dalam tesnya menulis bahwa”alam fikiran Religio Magis”
itu mempunyai Unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kepercayaan kepada mahluk Halus,Roh_roh Dan
Hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta
dan khusus terhadap gejala-gejala alam, tumbuhan,
binatang, tibuh manusia, dan benda-benda lainya.
2. Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi
seluruh alam semesta dan khusus terdapat pada
pristiwa-peristiwa luar baisa,tumbuh-tumbuhan yang
luarbiasa ,benda-benda yang luar biasa,dan suara-
suara yang luar biasa.
3. Anggapan bahwa kekuatan sakti yang fasip itu
dipergunakan sebagai “magischeb kracht”dalam
berbagai perbuatan ilmu ghaib untuk mencapai
kemauan manusia untuk menolak bahaya ghaib.
4. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan saksi dalam
alam menyebabkan keadaan krisis ,menyebabkan
timbulnya berbagaimacam bahaya ghaib yang hanya
dapat di hindari atau di hindarkan dengan berbagai
macam pantangan.
Sifat Komun ( Comun/ Masyarakat )
adalah suatu corak yang khas dari masyarakat kita yang
masih sangat terpencil atau dalam kehidupan sehari-hari masih
sanagat tergantung pada tanah atau alam pada umumnya.
Masyarakat desa atau senantiasa memegang peranan yang
menentukan pertimbangan putusan yang tidak boleh dan tidak
dapat disia-siakan. Keputusan desa adalah berat berlaku terus
dalam keadaan apaun juga harus di patuhi dengan hormat.
Prof.Dr. Achmad Sanusi, S.H, M.P.A (1991 : 126 )
Ditegaskan Bahwa dalam hal sifat Comun ini:
“setiap orang merasa dirinya benar-benar selaku anggota
masyarakat  bukan sebagai oknum yang berdiri sendiri terlepas dari
imbangan-imbangan sesamanya, ia menerima hak serta
menanggung kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Kepentingan
pribadi seseorang selalu diimbangi oleh kepentingan umum.
Demikaian sama pula halnya dengan hak–hak pribadi seseoranng
selalu di imbangi dengan kepentingan umum. Hak-hak subyektif
dijalankan dengan memperhatikan fungsi sosialnya.
Ia terikat kepada sesamanya, kepada kepala adat dan
kepada masyarakatnya. Lahirlah keinsyafan akan keharusan tolong
menolong, gotong royong, dalam mengerjakan suatu kepentingan
dalam masyarakat. Cara-cara bertindak dalam hubungan sosial
ataupun hukum selalu di sertai asas-asas permusyawaratan,
kerukunan, perdamaian, keputusan dan keadilan”.
c. Sifat Kontant
Sifat kontant atau Tunai ini mengandung arti bahwa
dengan suatu perbuatan nyata atau suatu perbuatan simbolis atau
suatu pengucapan, tindakan hukum yang di maksud telah selesai
seketika itu juga dengan serentak bersama itu juga dengan
serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat atau mengucapkan
yang diharuskan oleh adat.
Contoh :
Jual beli lepas, Perkawinan Jujur, melepaskan Hak atas
tanah, adopsi dan sebagainya.
d. sifat konkrit ( Visual )
Didalam arti berfikir yang tentu senantiasa di coba dan di
usahakan supaya hal-hal yang dimaksud, dininginkan, dikhendaki
atau di kerjakan, di transpormasikan atau diberi wujud suatu benda,
diberi tanda yang kelihatan baik langsung maupun menyerupai
obyek yang di kehendaki.
Contoh :
Panjer di dalam jual beli atau dalam hal memindahkan hak atas
tanah, Paningset (payangcang) dalam pertunanangan, membalas
dendam terhadap yang membuat patung, boneka atau barang lain
lalu barang itu di musnahkan, dibakar atau di pancung.
Corak Hukuk Adat
Prof. Hilman Hadikusumah, S.H., menegaskan bahwa Hukum
Adat Indonesia yang normatif pada umumnya menunjukkan corak-
corak sebagai berikut:
Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional , artinya
“bersifat turun temurun dari zaman nenek moyang sampai ke anak-
cucu-cicit sekarang dimana keadaannya masih tetap berlaku dan
tetap dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Secara
tidak langsung tradisi yang telah dilakukan oleh orang tua atau
nenek moyang kita terdahulu akan memberikan inspirasi kepada
keturunan mereka bahwa tradisi itu harus dipertahankan. Mereka
lambat laun akan mempercayai hal-hal yang berbau mitos menjadi
hal yang bisa masuk akal.
Misalnya:
Di dalam hukum kekerabatan Adat Suku Sasak
Kekerabatan orang sasak terutama Bangsawan menarik garis
keturunan laki-laki, sejak dahulu sampai sekarang adat kekerabatan
tersebut masih terus dilakukan. Perempuan yang garis keturunan
bangsawan harus menikah dengan laki-laki keturunan bangsawan.
Sedangkan wanita yang tidak menikah dengan keturunan
bangsawan atau menikah dengan masyarakat menak (masyarakat
biasa), maka garis keturunan wanita akan mengikuti laki-laki tanpa
membawa gelar kebangsawanannya. Didalam kekerabatan tersebut
laki-laki paling ditonjolkan dalam keluarga, sebab menurut mereka
laki-laki merupakan pemimpin dan imam bai anak dan istri mereka
kelak.
Di Bayan, Lombok Utara
Corak tradisional di Lombok utara di tandai dengan ketentuan
bahwa dalam hukum kewarisan berupa harta tetap seperti rumah,
sawah dan lain-lain berdasarkan patrilinial (garis keturunan laki-laki)
dengan aturan nyenyong berbanding melembah. Nyenyong disini
merupakan sebutan bagi perempuan dan melembah untuk laki-laki.
Artinya laki-laki memperoleh bagian yang lebih banyak dari
perempuan, walaupun perempuan tersebut lebih tua dari laki-laki.
Jika hartaitu berupa aset tidak tetap seperti rumah atau perabot
maka yank berhak atas semua itu adalah perempuan.
Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat “magis relegius” yaitu
sifat keagamaan artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah
hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang Ghaib dan
atau berdasarkan ajaran Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Menurut kepercayaan Bangsa Indonesia, bahwa di alam
semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (animism), benda-benda
itu punya daya bergerak (dinamisme) di sekitar kehidupan manusia
itu ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia (jin,
malaikat, dan lain-lain), dan alam jagat ini ada karena ada yang
menciptakan yaitu Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya apabila
manusia akan memutuskan atau menetapkan, mengatur,
menyelesaikan suatu karya (hajat) biasanya berdoa memohon
keridhoan Yang Maha Pencipta, Yang GHaib, dengan harapan
bahwa hajat tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang
dikehendaki dan tidak melanggar pantangan atu pamali yang dapat
mengakibatkan timbulnya kutukan dari Tuhan Yang Maha Kuasa
(prof. Hilman Hadikusumah).
Misalnya:
Adat masyarakat terutama yang beragama islam dalam
memulai pembicaraan, datang bertamu, selalu mengucapkan
salam. Karna itu merupan ajaran Rasullah dan harus kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Umat hindu (Bali) ditempat-tempat
tertentu mereka mendirikan tugu tempat sesajen.
Corak keagamaan di dlam Hukum Adat ini sudah tertian di
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke-3 yang
berbunyi :” atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorong keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka Rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”.
Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan
(communal), artinya “ia lebih mengutamakan kepentingan bersama
dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama
( satu untuk semua. Semua untuk satu). Hubungan hukum antara
anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya
didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong
dan gotong royong”. Oleh karenanya hingga sekarang kita masih
dapat melihat adanya tanah pusaka yang tidak dibagi-bagi secara
individual melainkan menjadi milik bersama untuk kepentingan
bersama. Di pedesaan jika ada tetangga yang terkena musibah atau
kematian, para tetangga akan saling berdatangan untuk
menyampaikan bela sungkawa, atau masyarakat sasak di Lombok
menyebutnya dengan Belangar. Belangar ini merupakan adat yang
diterapkan dimana seseorang akan membawa berupa beras atau
gula untuk dibawa ketempat acara kematian tersebut. Semua ini
dilakukan untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.
Konkrit Dan  Visual
Corak Hukum Adat adalah Konkrit, artinya “jelas, nyata
berwujud”, Visual artinya “dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak
sembunyi”. Jadi, sifat hubungan hukum yang berlaku di dalam
Hukum Adat itu adalah “terang dan tunai, tidak samar-samar, terang
disaksikan, diketahui, dilihat dan didengar orang lain, dan nampak
terjadi ijab Kabul ( serah terima).
Misalnya:
Di dalam jual beli jatuh bersamaan waktunya antara pembayaran
harga dengan penyerahan barangnya. Jika barang diterima pembeli
akan tetapi harganya belum dibayar, maka hal itu bukanlah jual beli,
melainkan utang piutang.
Dalam perjanjian jual beli tanah misalnya, di mana pihak pembeli
dan penjual sepakat akan tetapi harga tanahnya belum dibayar dan
tanahnyapun belum deserahkan oleh penjualnya. Biasanya pembeli
member uang panjer sebagai tanda pengikat (tanda jadi). Artinya si
penjual tanah tidak boleh lagi menjual tanahnya pada orang lain.
Terbuka Dan Sederhana
Corak Hukum Adat Terbuka, artinya” dapat menerima
masuknya unsur-unsur yang datanng dari luar asal saja tidak
bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri”. Sederhana,
artinya “bersahaja, tidak rumit, tidak banyak administrasinya,
bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah dimengerti dan
dilaksanakan berdasarkan saling percaya mempercayai”.
Keterbukaan, misalnya dapat dilihat dari masuknya Agama
Hindu dalam hukum perkawinan adat yang disebut Kawin Anggau,
yaitu jika suami wafat maka si istri kawin lagi dengan saudara si
suami. Atau masuknya pengaruh Agama Islam didalam hukum
waris adat yang disebut “pembagian sagendong sapikul” (bagian
warisan bagi ahli waris pria dan wanita berbanding 2:1).
Kesederhanaannya, dapat dilihat dari contoh sebagai berikut.
Terjadinya transaksi-transaksi yang berlaku tanpa surat
menyurat, misalnya didalam perjanjian bagi hasil antara pemilik
tanah dengan penggarap cukup adanya kesepakatan ke dua belah
pihak secara lisan dengan tanpa adanya surat menyurat dan
kesaksian dari Kepala Desa.
Dalam transaksi gadai, sewa-menyewa, Hutang-piutanng, Tukar-
menukar, sangat sederhana karena tidak menggunakan bukti
tertulis.
Dalam system perkawinan (masa lampau) memang tidak
menggunakan surat kawin, bahkan sampai sekarangpun dikalangan
kaum petani dan nelayan kecil ( miskin) di daerah terpencil masih
banyak yang tidak membutuhkan surat kawin, apalagi mengingat
biayanya cukup mahal.
Dalam pembagian warisan menurut Hukum Adat, jarang sekali
dibuatkan surat menyurat tanda pembagian dan banyaknya bagian
dari para ahli waris.
Dapat Berubah Dan Menyesuaikan
Menurut prof. Dr. Supomo, S.H., sebagaimana yang telah
ditegaskan oleh Prof. Mr. Cornellis Van Vollenhoven dinyatakan
sebagai berikut: “ Hukum Adat terus menerus dalam keadaan
tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Hukum Adat
pada waktu yang telah lampau agak berbeda isinya. Hukum adat
menunjukkan perkembangan, dan seterusnya”.
Di Indonesia Hukum Adat menyesuaikan diri dengan kehidupan
bangsa yang ada di Indonesia sepanjang perjalanan sejarahnya
(Moch Koesnnoe 1993:67). Dengan demikian Hukum adat dapat
berubah menurut keadaan, waktu dan tempat.
Adat yang Nampak sekarang sudah jauh berbeda dari adat di
masa Hindia Belanda. Dahulu kebanyakan transaksi jual-beli,
pembagian harta warisan, pinjam meminjam tidak pernah dibuat
bukti tertulis, namun sekarang seiring dengan perkembangan
zaman dan kemajuan di bidang pendidikan, serta banyaknya
tindakan penipuan di masyarakat, maka transaksi tersebut dibuat
dengan menggunakan system surat menyurat walaupun masih
terbatas di bawah tangan belum dilakukan di hadapan Notaris.
Maka tertinggallah adat yang tak lekang dipanas dann tak
lapuk dihujan, karena telah berubah sesuai dengan tuntutan
perkembangan pola perilaku masyarakat sekarang.
Tidak Dikodifikasi
Hukum Adat kebanyakan tidak tertulis walaupun ada juga di
antaranya yang dicatat didalam aksara daerah , bahkan ada yang
dibukukan dengan cara yang tidak sistematis, namun hanya
sekedar sebagai pedoman dan bukan mutlak harus dilaksanakan
oleh anggota masyarakat, kecuali yang bersifat perintah Tuhan.
Jadi, hukum adat pada umumnya tidak dikodifikasikan seperti
halnya hukum barat ( Eropa) yang disusun secara teratur dan
sistematis di dalam kitab yang disebut kitab Perundang_undangan,
sehingga oleh karena hukum adat mudah berubah dan dapat
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Musyawarah dan Mufakat
Hukum Adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat
di dalam keluarga, didalam hubungan kekerabatan dan
ketetanggaan baik untuk memulai sesuatu pekerjaan maupun
didalam mengakhiri pekerjaan apalagi yang bersifat peradilan
didalam menyelesaikan perselisihan antara satu dengan yang
lainnya.
Didalam menyelesaikan perselisihan selalu diutamakan jalan
penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah
mufakat, tidaklah tergopoh-gopoh begitu saja langsung
menyampaikannya atau menyelesaikannya ke pengadilan Negara.
Jalan penyelesaian damai yang demikian sangat membutuhkan
adanya itikat baik dari para pihak dan adanya semangat yang adil
dan bijaksana dari orang yang dipercayakan sebagai penengah,
atau semangat dari Majelis Permusyawaratan Adat.
Sistem Hukum Adat
Suatu sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai
unsur,  dimana unsur yang satu dengan yang lain secara fungsional
saling bertautan sehingga memberikan suatu kesatuan pengertian.
Selanjutnya berbicara mengenai sistem hukum adat ini
Prof. Dr. SOEPOMO, SH, menyebutkan sebagai berikut.
“Tiap-tiap hukum merupan suatu sistem yaitu peraturan-
peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas
kesatuan alam fikiran, begitupun Hukum Adat. Sistem Hukum Adat
bersendi atas dasar-dasar alam pikiran Bangsa Indonesia yang
tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum
barat. Untuk dapat sadar sistem hukum adat orang harus
menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup didalam
masyarakat Indonesia.
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka apabila
dibandingkan dengan Hukum Barat (Eropa) sistematik Hukum Adat
Orang Lampung yang disebut “KUNTJARA RAJA NITI” (tidaklah
sistematis oleh karena tidak dikelompokkan kaidah-kaidah hukum
yang sama, uraian pasal-pasalnyapun melompat).
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka SISTEM
HUKUM ADAT adalah mencakup hal-hal sebagai berikut.
Mendekati Sistem HUKUM INGGRIS
Menurut Prof. Mr. MM. DJOJODIGEONO , dikatan bahwa
“Dalam Negara AGLO SAXON dimana sistem Common Law
tidak lain daripada sistem hukum adat hanya bahannya berlainan.
Didalam Hukum Common Law bahannya membuat banyak unsur-
unsur Hukum Romawi Kuno yang konon katanya telah mengalami
RECEPTIO IN COMPLEXU .
Kemudian didalam ENCILOPEDIA AMERICANA (1983)
DIKATAKAN”
“Bahwa Civil Law di Eropa Barat dan daerah-daerah yang
pernah dikuasai oleh Orang Eropa bertindak kepada Hukum Romawi,
bersumber dari badan legislatif dan berbentuk kodifikasi sedangkan
Common Law di Inggris dan didaerah-daerah lain yang kebanyakan
berasal dari keputusan-keputusn hakim. Oleh karenanya istilah
Common Law merupakan hukum yang disebut sebagai JUDGE
MADE LAW berbeda CIVIL LAW yang merupakan statury law.
Common Law di Inggris berkembang sejak formulaan abad
ke IX dibawah kekuasaan Raja WILLIAM THE QONQUEROR yang
meletakkan dasar-dasar pemerintahan pusat pada peradilan Raja
yang disebut CURIA REGIS yaitu peradilan yang menyelsaikan
berbagai perkara suatu perselisihan secara damai.
Jadi, di Inggris dikenal adanya Juru Damai yang disebut
Justice of the peac . Hal ini mirip Peradilan Adat (peradilan desa) di
Indonesia yang menyelsaikan perkara perselisihan secara damai
(dimasa-masa lalu dan sekarang sudah tidak berlaku). Namun di
Inggris seseorang menuntut orang lain di Muka Hakim Pidana tanpa
melalui badan penuntut.
Tidak membedakan Hukum Publik dan Hukum Privat
Hukum Adat kita tidak seperti halnya Hukum Eropa dimana
membedakan antara hukum yang bersifat publik dan bersifat
perdata. Hukum publik yang menyangkut kepentingan umum
seperti Hukum Ketata Negaraan yang mengatur tugas-tugas
pemerintahan dan anggota-anggota masyarakat. Hukum Perdata
dan Hukum Sipil (privat) yang mengatur hubungan antara anggota-
anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya, dan anggota
masyarakat terhadap badan negara sebagai badan hukum.
Pembagian Hukum Publik Hukum Privat ini berasal dari
Hukum Romawi. Hukum Publik dipertahankan oleh pribadi-pribadi
individu. Hukum adat tidak membedakan berdasarkan kepentingan
dan siapa yang mempertahankannya dari kepentingan yang
dimaksud. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara
kepentingan umum dan kepentingan khusus.
Tidak Membedakan HAK KEBENDAAN DAN HAK PERORANGAN
Hukum Adat tidak membedakan antara hak kebendaan
(zakelijke rechten) yaitu hak yang berlaku bagi setiap orang dan
hak perseorangan (persolijke rechken) yaitu hak seseorang untuk
menuntut orang lain agar berbuat atau tidak berbuat terhadap hak-
haknya.
Menurut Hukum Barat atau Eropa setiap orang yang
mempunyai hak atas sesuatu benda berarti ia berkuasa untuk
berbuat (menikmati, memakai, mentransaksikan) benda miliknya itu
dan sekaligus karenanya mempunyai hak perseorangn atas hak
miliknya itu. Antara kedua hak itu tidak terpisah. Namun menurut
Hukum Adat , hak-hak kebendaan dan hak-hak perseorangan baik
berwujud benda maupun tidak berwujud benda seperti hak atas
nyawa, kehormatan hak cipta dan lain-lainnya tidak bersifat mutlak
sebagai hak pribadinnya sendiri oleh karena pribadinya tidak lepas
hubungan dengan kekeluargaan dan kekerabatannya.
Tidak membedakan Pelanggaran PERDATA dan PIDANA
Hukum Adat juga tidak membedakan antara perbuatan
yang sifatnya pelanggaran hukum perdata dan pelanggaran hukum
pidana sehingga perkara perdata diperiksa oleh hakim perdata dan
perkara pidana diperiksa oleh hakim pidana.
Menurut peradilan adat kedua pelanggaran dimaksud yang
dilakukan seseorang diperiksa, dipertimbangkan dan diputuskan
sekaligus dalam suatu persidangan yang tidak terpisah.
Misalnya:
A memiliki hutang kepada B, setelah B 2 kali menagih
kepada A akan tetapi A tidak nampak berusaha untuk melunasi
hutangnya. Ketika B menagih A untuk ketiga kalinya, bukannya B
dilayani dengan baik namun malah memukul B sampai kepalanya
terluka. B kemudian melaporkan perkara tersebut ke pihak yang
berwenang untuk di sidangkan di pengadilan.
Menurut Hukum Barat (Eropa), perkara penganiayaan itu
diperiksa oleh Hakim Pidana dan perkara utang piutang di periksa
oleh Hakim Perdata dalam pengadilan yang terpisah. Namun
Menurut Hukum Adat, kedua perkara tersebut diperiksa sekaligus
dalam persidangan (misalnya diputus oleh hakim bahwa A bersalah
dan dihukum agar melunasi hutangnya dan membayar denda pula
kepada B atas perbuatan penganiayaannya, kemudian keluarga B
wajib meminta maaf dan hidup rukun kembali dengan keluarga A).
dengan demikian kehidupan yang terganggu didalam kehidupam
masyarakat yang bersangkutan dikembalikan (dipulihkan) seperti
sedia  kala.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan yang fundamental
dalam sistem ini menurut SOEROJO WIGNJOEDIPOERO, S.H,
(1990:70) pada hakikatnya disebabkan oleh karena hal-hal sebagai
berikut:
a. Corak serta sifat yang berlainan antara Hukum
Adat dan Hukum Barat (Eropa),
b. Pandangan hidup (volkgeist) yang mendukung
kedua macam hukum itupun berbeda.
Aliran Hukum Barat bersifat libralistis dan bercorak
nasionalistis-intelektuallis, sedangkan aliran Timur khususnya aliran
pikiran tradisional Indonesia bersifat kosmis, tidak ada pembatasan
antara dunia lahir dan dunia ghoib, dunia manusia berhubungan
erat dengan segala hidup di alam ini. Segala sesuatu memiliki
sangkut paut dan saling mempengaruhi.
Menurut Abdoel Djamali (2008), berdasarkan sumber
hukum dan tipe hukum adat dari sembilan belas daerah mengenai
tata negara di indonesian sistem hukum adat dibagi menjadi tiga
kelompok:
Hukum adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat). Hukum
adat iini mengatur tentang susunan dari dan ketertiban dalam
persekutuan-persekutuan hukum(rechtsgemenschappen) serta
susunan dan alat-alat kelengkapan, jabatan-jabatan dan
penjabatannya.
Hukum Adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari:
1. hukum pertalian sanak (perkawinan, warisan);
2. hukum tanah (hak tanah, transaksi-transaksi tanah);
3. hukum perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-
transaksitentang benda selain tanah dan jasa).
Hukum adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-
peraturan tentang berbagai delik dan reaksi masyarakat terhadapp
pelanggaran hukum pidana tersebut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bahwa dengan demikian maka sumber hukum adat
Indonesia adalah berasal dari kehidupan sehari-hari yang langsung
timbul sebagai kenyataan kebudayaan orang Indonesia asli.
Berbagai macam corak dan sistem hukum adat yang ada di
Indonesia, namun masing-masing daerah di Indonesia memiliki cirri
khas tersendiri. Mereka memiliki aturan masing-masing dalam
menjalankan adat istiadat mereka.
SARAN
Lestarikanlah budaya adat dimanapun kalian berada tanpa
meninggalkan nilai-nilai keagamaan maupun melenceng dari ajaran
agama yang telah dipegang teguh selama ini.
DAFTAR PUSTAKA
Soepomo, R. Prof. Dr. S.H,(1993), “Bab-Bab Tentang Hukum Adat”,
Penerbit PT Raja Pradnya Pramita, Jakarta.
Soekanto, Prof. Dr. Mr., (1985), “Meninjau Hukum Adat Indonesia”,
Penerbit CV. Rajawali, Jakarta.
Tolib Setiadi, Bey, S.H. M. Pd.,(2000),” Pokok-Pokok Pengantar Ilmu
Hukum”, Penerbit Empat-Tiga, Bandung.
Achmad Sanusi, Prof. Dr. S.H.,(1991), “ Pengantar Ilmu Hukum dan
Pengantar Tata Hukum Indonesia”, Penerbit Tarsito, Bandung.
Abdoel Djamali R. S.H., (2008), Pengantar Hukum Indonesia , Raja
Grapindopersa, Jakarta.
Hilman Hadikusuma, Prof. S.H.,(1992), “ Pengantar Ilmu Hukum Adat
Indonesia”, Mandar Maju, Bandung.
Soerojo Wignjoedipoero, S.H, (1990:70), ”Pengantar dan Azas-azas
Hukum Adat”, Haji Masagung, Jakarta.
Menurut Abdoel Djamali (2008)