Jumat, 02 Januari 2015

Aspek perseroan terbatas

CORAK DAN SISTEM HUKUM ADAT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jika lihat dari perkembangan hidup manusia, suatu hukum
tersebut bisa terjadi mulai dari diri manusia yang telah diberikan
kesempurnaan yaitu berupa akal dan pikiran yang belum tentu
dimiliki oleh makhluk lain. Dimana perilaku-perilaku tersebut
nantinya akan menjadi kebiaasaan pribadi yang kemudian akan di
ikuti oleh masyarakat sekitar yang lambat laun akan menjadi suatu
adat. Setelah adat terbentuk pada suatu masyarakat, mereka akan
saling mempercayai hal-hal yang dilakukan secara turun temurun
tersebut. kemudian kebiasaan masyarakat ini lambat laun akan
menjadikan adat tersebut sebagai adat yang mau tidak mau harus
diikuti bagi semua masyarakat yang ada pa tempat tertentu yang
memiliki sanksi-sanksi, baik berupa sanksi moral, maupun sanksi
dari Pemangku Adat setempat.
Perkembangan zaman maupun kemajuan teknologi dan gaya
hidup masyarakat modern ternyata sangat sulit untuk meninggalkan
kebiasaan yang hidup didalam peri kehidupan masyarakat,
walaupun demikian mungkin hanya terlihat dalam proses zaman
yaitu kebiasaan tersebut slalu dapat menerima dan menyesuaikan
diri dengan keadaan dan kehendak zaman, sehingga kebiasaan atau
adat itu tetap berkembang dan lestaridalam keberadaannya saat ini.
Oleh karena itu kami mengajak halayak banyak untuk
melestarikan adat serta budaya Indonesia mulai dari sabang sampai
marauke.adat bangsa Indonesia ini slalu berkembang dan
senantiasa bergerak dan mengikuti peradaban-peradaban bangsa di
dunia. Adat istiadat yang hidup ditengah-tengah kita merupakan hal
yang sangat mengagumkan bagi Hukum Adat kita sebagai hukum
asli dari masyarakat dan bangsa Indonesia.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah unsur-unsur yang membentuk Hukum Adat?
Bagaimanakah sifat umum Hukum Adat?
Bagaimanakan macam-macam corak dari Hukum Adat itu?
Bagaimanakah sistem Hukum Adat?
Tujuan
Untuk menjelaskan bahwa unsur- unsur apa saja yang
membentuk terjadinya Hukum Adat.
Untuk memberikan petunjuk mengenai wujud Hukum Adat.
Untuk lebih mengenal corak-corak Hukum adat yang ada
didaerah kita.
Untuk mengidentifikasi sistem Hukum Adat di Indonesia?
Metode
Dalam pembuatan makalah ini saya menggunakan sebuah
metode, yaitu METODE STUDI PUSTAKA dan METODE STUDI KASUS
yaitu
Metode studi pustaka merupakan metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan pengambilan data atau keterangan dari
buku-buku dan sumber-sumber dari internet. Kelebihan dari metode
ini yaitu dapat memperoleh banyak informasi yang dibutuhkan
tanpa melakukan survey terlebih dahulu.
Sedangkan studi kasus disini kami mengkaitkan materi dengan
kasus atau kejadian yang ada pada masyarakat sekitar.
Keuntungan dari metode ini yaitu kita dengan mudah dapat
memahami dan lebih mendalami materi yang kita kaji.
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum adat adalah keseluruhan aturan yang menjelma dari
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas)
yang mempunyai kewibawaan serta mempunyai pengaruh dan yang
dalam pelaksanaan berlakunya serta merta dan ditaati dengan
sepenuh hati. Hukum adat dalam proses abadi dibentuk dan
dipelihara oleh dan dalam keputusan pemegang kekuasaan (Tolib
Setiady,S.H M.Pd., M.H)
Unsur-Unsur Pembentuk Hukum Adat
Unsur-unsur hukum adat dengan perpedoman atau
batasan hukum adat dari Prof. Dr SOEPOMO, S.H, ditambah dengan
formulasi Hukum adat dari para pakar yang berkumpul di
Yogyakarta dalam seminar Hukum Adat dan pembinaan hukum
Nasiaonal tersebut dimuka, maka dapat dinyatakan bahwa”
terwujud Hukum Adat itu di pengaruhi Agama”.
Seminar sendiri menyatakan “Hukum adat merupakan
Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk Perundang-
undangan Republik Indonesia, yang di sana sini mengandung Unsur
Agama”.Pandangan bahwa unsur Agama memberi pengaruh
terhadap perwujudan Hukum Adat bukanlah pandangan baru, sebab
menurut Prof.Dr. SOEKANTO ( 1985 :57 ) dinyatakan sebagai
berikut:
Jika kita mengeluarkan pertanyaan hukum apakah menurut
kebenaran, keadaan yang bagian terbesar terdapat dalam Hukum
Adat, maka jawabannya adalah Hukum Melayu Polinesia yang asli
itu dengan disana sini sebagai bagian yang sangat kecil adalah
hukum Agama.
Demikian pula Prof.Mr.Mm Djojodigoeno mengemukakan
batasan yang sama karna beliau berpandangan sebagai berikut. “
unsur lainya yang tidak begitu besar artinya atau luas pengaruhnya
ialah unsur-unsur ke agamaan , teristimewa unsu-unsur yang
dibawa oleh agama Islam, pengruh Agama Hindu dan Kristenpun
ada juga.
Dengan denikian kita sepakat bahwa pengaruh Agama
terhadap proses terwujudnya Hukum Adat sangat bersifat umum
dan diakui oleh para pakar Hukum adat pada umumnya.
Contoh:
Rangkaian adat di Lombok terutama di desa Bayan,
kecamatan Bayan pada prosesi adat yang bernama “Maulid Adat”.
Maulid adat ini dilakukan satu tahun sekali setiap acara maulid
Nabi. Yang membedakan maulid yang ada di Desa Bayan dengan
daerah-daerah lain yaitu dilakukan secara adat tradisional khas
Bayan dengan menggunakan baju adat. Baju adat yang digunakan
masih bercorak Hindu. Disini kita dapat melihat bahwa agama dapat
mempengaruhi dan menjadi unsure dalam suatu adat yang kita
lakukan.
Jadi, setelah kita melihat definisi dari para pakar dan
sepenggal contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa agama
sangatlah mempengaruhi lahirnya adat manusia. Semua adat yang
dilakukan oleh masyarakat indonesia kebanyakan mengaitkannya
dengan agama. Mereka melakukan kegiatan tersebut sejak nenek
moyang mereka lahir dan masih berkembang sampai sekarang.
Wujud Hukum Adat
Di dalam masyarakat hukum adat terlihat dalam 3 wujud yaitu  :
1. Hukum yang tidak tertulis (Ius Non Scriptum)
2. Hukum yang tertulis (ius Scriptum)
Misalnya :
Perturan perundang-undangan yang dikeluarkan raja-raja atau
sultan-sultan dahulu di jawa, Bali, dan di Aceh.
3. Uraian-uraian Hukum secara tertulis lazimnya.
Uraiannya berupa hasil penelitian yang dibukukan seperti
antara lain  :
Buku hasil penelitian Soepomo yang berjudul “Hukum Perdata
Adat Jawa Barat” dan buku hasil penelitian Jaya Diguno/Tirta
winata yang diberi judul “Perdata Adat Jawa Tengah”.
Sifat Hukum Adat
Menurut Prof. Mr, F.D HOLEMAN ada empat sifat umum
Hukum Adat
sifat Relegium Magis
Sehubung dengan sifat Religio Magis ini Dr. Kuntjara
Ninggrat dalam tesnya menulis bahwa”alam fikiran Religio Magis”
itu mempunyai Unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kepercayaan kepada mahluk Halus,Roh_roh Dan
Hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta
dan khusus terhadap gejala-gejala alam, tumbuhan,
binatang, tibuh manusia, dan benda-benda lainya.
2. Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi
seluruh alam semesta dan khusus terdapat pada
pristiwa-peristiwa luar baisa,tumbuh-tumbuhan yang
luarbiasa ,benda-benda yang luar biasa,dan suara-
suara yang luar biasa.
3. Anggapan bahwa kekuatan sakti yang fasip itu
dipergunakan sebagai “magischeb kracht”dalam
berbagai perbuatan ilmu ghaib untuk mencapai
kemauan manusia untuk menolak bahaya ghaib.
4. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan saksi dalam
alam menyebabkan keadaan krisis ,menyebabkan
timbulnya berbagaimacam bahaya ghaib yang hanya
dapat di hindari atau di hindarkan dengan berbagai
macam pantangan.
Sifat Komun ( Comun/ Masyarakat )
adalah suatu corak yang khas dari masyarakat kita yang
masih sangat terpencil atau dalam kehidupan sehari-hari masih
sanagat tergantung pada tanah atau alam pada umumnya.
Masyarakat desa atau senantiasa memegang peranan yang
menentukan pertimbangan putusan yang tidak boleh dan tidak
dapat disia-siakan. Keputusan desa adalah berat berlaku terus
dalam keadaan apaun juga harus di patuhi dengan hormat.
Prof.Dr. Achmad Sanusi, S.H, M.P.A (1991 : 126 )
Ditegaskan Bahwa dalam hal sifat Comun ini:
“setiap orang merasa dirinya benar-benar selaku anggota
masyarakat  bukan sebagai oknum yang berdiri sendiri terlepas dari
imbangan-imbangan sesamanya, ia menerima hak serta
menanggung kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Kepentingan
pribadi seseorang selalu diimbangi oleh kepentingan umum.
Demikaian sama pula halnya dengan hak–hak pribadi seseoranng
selalu di imbangi dengan kepentingan umum. Hak-hak subyektif
dijalankan dengan memperhatikan fungsi sosialnya.
Ia terikat kepada sesamanya, kepada kepala adat dan
kepada masyarakatnya. Lahirlah keinsyafan akan keharusan tolong
menolong, gotong royong, dalam mengerjakan suatu kepentingan
dalam masyarakat. Cara-cara bertindak dalam hubungan sosial
ataupun hukum selalu di sertai asas-asas permusyawaratan,
kerukunan, perdamaian, keputusan dan keadilan”.
c. Sifat Kontant
Sifat kontant atau Tunai ini mengandung arti bahwa
dengan suatu perbuatan nyata atau suatu perbuatan simbolis atau
suatu pengucapan, tindakan hukum yang di maksud telah selesai
seketika itu juga dengan serentak bersama itu juga dengan
serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat atau mengucapkan
yang diharuskan oleh adat.
Contoh :
Jual beli lepas, Perkawinan Jujur, melepaskan Hak atas
tanah, adopsi dan sebagainya.
d. sifat konkrit ( Visual )
Didalam arti berfikir yang tentu senantiasa di coba dan di
usahakan supaya hal-hal yang dimaksud, dininginkan, dikhendaki
atau di kerjakan, di transpormasikan atau diberi wujud suatu benda,
diberi tanda yang kelihatan baik langsung maupun menyerupai
obyek yang di kehendaki.
Contoh :
Panjer di dalam jual beli atau dalam hal memindahkan hak atas
tanah, Paningset (payangcang) dalam pertunanangan, membalas
dendam terhadap yang membuat patung, boneka atau barang lain
lalu barang itu di musnahkan, dibakar atau di pancung.
Corak Hukuk Adat
Prof. Hilman Hadikusumah, S.H., menegaskan bahwa Hukum
Adat Indonesia yang normatif pada umumnya menunjukkan corak-
corak sebagai berikut:
Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional , artinya
“bersifat turun temurun dari zaman nenek moyang sampai ke anak-
cucu-cicit sekarang dimana keadaannya masih tetap berlaku dan
tetap dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Secara
tidak langsung tradisi yang telah dilakukan oleh orang tua atau
nenek moyang kita terdahulu akan memberikan inspirasi kepada
keturunan mereka bahwa tradisi itu harus dipertahankan. Mereka
lambat laun akan mempercayai hal-hal yang berbau mitos menjadi
hal yang bisa masuk akal.
Misalnya:
Di dalam hukum kekerabatan Adat Suku Sasak
Kekerabatan orang sasak terutama Bangsawan menarik garis
keturunan laki-laki, sejak dahulu sampai sekarang adat kekerabatan
tersebut masih terus dilakukan. Perempuan yang garis keturunan
bangsawan harus menikah dengan laki-laki keturunan bangsawan.
Sedangkan wanita yang tidak menikah dengan keturunan
bangsawan atau menikah dengan masyarakat menak (masyarakat
biasa), maka garis keturunan wanita akan mengikuti laki-laki tanpa
membawa gelar kebangsawanannya. Didalam kekerabatan tersebut
laki-laki paling ditonjolkan dalam keluarga, sebab menurut mereka
laki-laki merupakan pemimpin dan imam bai anak dan istri mereka
kelak.
Di Bayan, Lombok Utara
Corak tradisional di Lombok utara di tandai dengan ketentuan
bahwa dalam hukum kewarisan berupa harta tetap seperti rumah,
sawah dan lain-lain berdasarkan patrilinial (garis keturunan laki-laki)
dengan aturan nyenyong berbanding melembah. Nyenyong disini
merupakan sebutan bagi perempuan dan melembah untuk laki-laki.
Artinya laki-laki memperoleh bagian yang lebih banyak dari
perempuan, walaupun perempuan tersebut lebih tua dari laki-laki.
Jika hartaitu berupa aset tidak tetap seperti rumah atau perabot
maka yank berhak atas semua itu adalah perempuan.
Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat “magis relegius” yaitu
sifat keagamaan artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah
hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang Ghaib dan
atau berdasarkan ajaran Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Menurut kepercayaan Bangsa Indonesia, bahwa di alam
semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (animism), benda-benda
itu punya daya bergerak (dinamisme) di sekitar kehidupan manusia
itu ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia (jin,
malaikat, dan lain-lain), dan alam jagat ini ada karena ada yang
menciptakan yaitu Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya apabila
manusia akan memutuskan atau menetapkan, mengatur,
menyelesaikan suatu karya (hajat) biasanya berdoa memohon
keridhoan Yang Maha Pencipta, Yang GHaib, dengan harapan
bahwa hajat tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang
dikehendaki dan tidak melanggar pantangan atu pamali yang dapat
mengakibatkan timbulnya kutukan dari Tuhan Yang Maha Kuasa
(prof. Hilman Hadikusumah).
Misalnya:
Adat masyarakat terutama yang beragama islam dalam
memulai pembicaraan, datang bertamu, selalu mengucapkan
salam. Karna itu merupan ajaran Rasullah dan harus kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Umat hindu (Bali) ditempat-tempat
tertentu mereka mendirikan tugu tempat sesajen.
Corak keagamaan di dlam Hukum Adat ini sudah tertian di
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke-3 yang
berbunyi :” atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorong keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka Rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”.
Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan
(communal), artinya “ia lebih mengutamakan kepentingan bersama
dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama
( satu untuk semua. Semua untuk satu). Hubungan hukum antara
anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya
didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong
dan gotong royong”. Oleh karenanya hingga sekarang kita masih
dapat melihat adanya tanah pusaka yang tidak dibagi-bagi secara
individual melainkan menjadi milik bersama untuk kepentingan
bersama. Di pedesaan jika ada tetangga yang terkena musibah atau
kematian, para tetangga akan saling berdatangan untuk
menyampaikan bela sungkawa, atau masyarakat sasak di Lombok
menyebutnya dengan Belangar. Belangar ini merupakan adat yang
diterapkan dimana seseorang akan membawa berupa beras atau
gula untuk dibawa ketempat acara kematian tersebut. Semua ini
dilakukan untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.
Konkrit Dan  Visual
Corak Hukum Adat adalah Konkrit, artinya “jelas, nyata
berwujud”, Visual artinya “dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak
sembunyi”. Jadi, sifat hubungan hukum yang berlaku di dalam
Hukum Adat itu adalah “terang dan tunai, tidak samar-samar, terang
disaksikan, diketahui, dilihat dan didengar orang lain, dan nampak
terjadi ijab Kabul ( serah terima).
Misalnya:
Di dalam jual beli jatuh bersamaan waktunya antara pembayaran
harga dengan penyerahan barangnya. Jika barang diterima pembeli
akan tetapi harganya belum dibayar, maka hal itu bukanlah jual beli,
melainkan utang piutang.
Dalam perjanjian jual beli tanah misalnya, di mana pihak pembeli
dan penjual sepakat akan tetapi harga tanahnya belum dibayar dan
tanahnyapun belum deserahkan oleh penjualnya. Biasanya pembeli
member uang panjer sebagai tanda pengikat (tanda jadi). Artinya si
penjual tanah tidak boleh lagi menjual tanahnya pada orang lain.
Terbuka Dan Sederhana
Corak Hukum Adat Terbuka, artinya” dapat menerima
masuknya unsur-unsur yang datanng dari luar asal saja tidak
bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri”. Sederhana,
artinya “bersahaja, tidak rumit, tidak banyak administrasinya,
bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah dimengerti dan
dilaksanakan berdasarkan saling percaya mempercayai”.
Keterbukaan, misalnya dapat dilihat dari masuknya Agama
Hindu dalam hukum perkawinan adat yang disebut Kawin Anggau,
yaitu jika suami wafat maka si istri kawin lagi dengan saudara si
suami. Atau masuknya pengaruh Agama Islam didalam hukum
waris adat yang disebut “pembagian sagendong sapikul” (bagian
warisan bagi ahli waris pria dan wanita berbanding 2:1).
Kesederhanaannya, dapat dilihat dari contoh sebagai berikut.
Terjadinya transaksi-transaksi yang berlaku tanpa surat
menyurat, misalnya didalam perjanjian bagi hasil antara pemilik
tanah dengan penggarap cukup adanya kesepakatan ke dua belah
pihak secara lisan dengan tanpa adanya surat menyurat dan
kesaksian dari Kepala Desa.
Dalam transaksi gadai, sewa-menyewa, Hutang-piutanng, Tukar-
menukar, sangat sederhana karena tidak menggunakan bukti
tertulis.
Dalam system perkawinan (masa lampau) memang tidak
menggunakan surat kawin, bahkan sampai sekarangpun dikalangan
kaum petani dan nelayan kecil ( miskin) di daerah terpencil masih
banyak yang tidak membutuhkan surat kawin, apalagi mengingat
biayanya cukup mahal.
Dalam pembagian warisan menurut Hukum Adat, jarang sekali
dibuatkan surat menyurat tanda pembagian dan banyaknya bagian
dari para ahli waris.
Dapat Berubah Dan Menyesuaikan
Menurut prof. Dr. Supomo, S.H., sebagaimana yang telah
ditegaskan oleh Prof. Mr. Cornellis Van Vollenhoven dinyatakan
sebagai berikut: “ Hukum Adat terus menerus dalam keadaan
tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Hukum Adat
pada waktu yang telah lampau agak berbeda isinya. Hukum adat
menunjukkan perkembangan, dan seterusnya”.
Di Indonesia Hukum Adat menyesuaikan diri dengan kehidupan
bangsa yang ada di Indonesia sepanjang perjalanan sejarahnya
(Moch Koesnnoe 1993:67). Dengan demikian Hukum adat dapat
berubah menurut keadaan, waktu dan tempat.
Adat yang Nampak sekarang sudah jauh berbeda dari adat di
masa Hindia Belanda. Dahulu kebanyakan transaksi jual-beli,
pembagian harta warisan, pinjam meminjam tidak pernah dibuat
bukti tertulis, namun sekarang seiring dengan perkembangan
zaman dan kemajuan di bidang pendidikan, serta banyaknya
tindakan penipuan di masyarakat, maka transaksi tersebut dibuat
dengan menggunakan system surat menyurat walaupun masih
terbatas di bawah tangan belum dilakukan di hadapan Notaris.
Maka tertinggallah adat yang tak lekang dipanas dann tak
lapuk dihujan, karena telah berubah sesuai dengan tuntutan
perkembangan pola perilaku masyarakat sekarang.
Tidak Dikodifikasi
Hukum Adat kebanyakan tidak tertulis walaupun ada juga di
antaranya yang dicatat didalam aksara daerah , bahkan ada yang
dibukukan dengan cara yang tidak sistematis, namun hanya
sekedar sebagai pedoman dan bukan mutlak harus dilaksanakan
oleh anggota masyarakat, kecuali yang bersifat perintah Tuhan.
Jadi, hukum adat pada umumnya tidak dikodifikasikan seperti
halnya hukum barat ( Eropa) yang disusun secara teratur dan
sistematis di dalam kitab yang disebut kitab Perundang_undangan,
sehingga oleh karena hukum adat mudah berubah dan dapat
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Musyawarah dan Mufakat
Hukum Adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat
di dalam keluarga, didalam hubungan kekerabatan dan
ketetanggaan baik untuk memulai sesuatu pekerjaan maupun
didalam mengakhiri pekerjaan apalagi yang bersifat peradilan
didalam menyelesaikan perselisihan antara satu dengan yang
lainnya.
Didalam menyelesaikan perselisihan selalu diutamakan jalan
penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah
mufakat, tidaklah tergopoh-gopoh begitu saja langsung
menyampaikannya atau menyelesaikannya ke pengadilan Negara.
Jalan penyelesaian damai yang demikian sangat membutuhkan
adanya itikat baik dari para pihak dan adanya semangat yang adil
dan bijaksana dari orang yang dipercayakan sebagai penengah,
atau semangat dari Majelis Permusyawaratan Adat.
Sistem Hukum Adat
Suatu sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai
unsur,  dimana unsur yang satu dengan yang lain secara fungsional
saling bertautan sehingga memberikan suatu kesatuan pengertian.
Selanjutnya berbicara mengenai sistem hukum adat ini
Prof. Dr. SOEPOMO, SH, menyebutkan sebagai berikut.
“Tiap-tiap hukum merupan suatu sistem yaitu peraturan-
peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas
kesatuan alam fikiran, begitupun Hukum Adat. Sistem Hukum Adat
bersendi atas dasar-dasar alam pikiran Bangsa Indonesia yang
tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum
barat. Untuk dapat sadar sistem hukum adat orang harus
menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup didalam
masyarakat Indonesia.
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka apabila
dibandingkan dengan Hukum Barat (Eropa) sistematik Hukum Adat
Orang Lampung yang disebut “KUNTJARA RAJA NITI” (tidaklah
sistematis oleh karena tidak dikelompokkan kaidah-kaidah hukum
yang sama, uraian pasal-pasalnyapun melompat).
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka SISTEM
HUKUM ADAT adalah mencakup hal-hal sebagai berikut.
Mendekati Sistem HUKUM INGGRIS
Menurut Prof. Mr. MM. DJOJODIGEONO , dikatan bahwa
“Dalam Negara AGLO SAXON dimana sistem Common Law
tidak lain daripada sistem hukum adat hanya bahannya berlainan.
Didalam Hukum Common Law bahannya membuat banyak unsur-
unsur Hukum Romawi Kuno yang konon katanya telah mengalami
RECEPTIO IN COMPLEXU .
Kemudian didalam ENCILOPEDIA AMERICANA (1983)
DIKATAKAN”
“Bahwa Civil Law di Eropa Barat dan daerah-daerah yang
pernah dikuasai oleh Orang Eropa bertindak kepada Hukum Romawi,
bersumber dari badan legislatif dan berbentuk kodifikasi sedangkan
Common Law di Inggris dan didaerah-daerah lain yang kebanyakan
berasal dari keputusan-keputusn hakim. Oleh karenanya istilah
Common Law merupakan hukum yang disebut sebagai JUDGE
MADE LAW berbeda CIVIL LAW yang merupakan statury law.
Common Law di Inggris berkembang sejak formulaan abad
ke IX dibawah kekuasaan Raja WILLIAM THE QONQUEROR yang
meletakkan dasar-dasar pemerintahan pusat pada peradilan Raja
yang disebut CURIA REGIS yaitu peradilan yang menyelsaikan
berbagai perkara suatu perselisihan secara damai.
Jadi, di Inggris dikenal adanya Juru Damai yang disebut
Justice of the peac . Hal ini mirip Peradilan Adat (peradilan desa) di
Indonesia yang menyelsaikan perkara perselisihan secara damai
(dimasa-masa lalu dan sekarang sudah tidak berlaku). Namun di
Inggris seseorang menuntut orang lain di Muka Hakim Pidana tanpa
melalui badan penuntut.
Tidak membedakan Hukum Publik dan Hukum Privat
Hukum Adat kita tidak seperti halnya Hukum Eropa dimana
membedakan antara hukum yang bersifat publik dan bersifat
perdata. Hukum publik yang menyangkut kepentingan umum
seperti Hukum Ketata Negaraan yang mengatur tugas-tugas
pemerintahan dan anggota-anggota masyarakat. Hukum Perdata
dan Hukum Sipil (privat) yang mengatur hubungan antara anggota-
anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya, dan anggota
masyarakat terhadap badan negara sebagai badan hukum.
Pembagian Hukum Publik Hukum Privat ini berasal dari
Hukum Romawi. Hukum Publik dipertahankan oleh pribadi-pribadi
individu. Hukum adat tidak membedakan berdasarkan kepentingan
dan siapa yang mempertahankannya dari kepentingan yang
dimaksud. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara
kepentingan umum dan kepentingan khusus.
Tidak Membedakan HAK KEBENDAAN DAN HAK PERORANGAN
Hukum Adat tidak membedakan antara hak kebendaan
(zakelijke rechten) yaitu hak yang berlaku bagi setiap orang dan
hak perseorangan (persolijke rechken) yaitu hak seseorang untuk
menuntut orang lain agar berbuat atau tidak berbuat terhadap hak-
haknya.
Menurut Hukum Barat atau Eropa setiap orang yang
mempunyai hak atas sesuatu benda berarti ia berkuasa untuk
berbuat (menikmati, memakai, mentransaksikan) benda miliknya itu
dan sekaligus karenanya mempunyai hak perseorangn atas hak
miliknya itu. Antara kedua hak itu tidak terpisah. Namun menurut
Hukum Adat , hak-hak kebendaan dan hak-hak perseorangan baik
berwujud benda maupun tidak berwujud benda seperti hak atas
nyawa, kehormatan hak cipta dan lain-lainnya tidak bersifat mutlak
sebagai hak pribadinnya sendiri oleh karena pribadinya tidak lepas
hubungan dengan kekeluargaan dan kekerabatannya.
Tidak membedakan Pelanggaran PERDATA dan PIDANA
Hukum Adat juga tidak membedakan antara perbuatan
yang sifatnya pelanggaran hukum perdata dan pelanggaran hukum
pidana sehingga perkara perdata diperiksa oleh hakim perdata dan
perkara pidana diperiksa oleh hakim pidana.
Menurut peradilan adat kedua pelanggaran dimaksud yang
dilakukan seseorang diperiksa, dipertimbangkan dan diputuskan
sekaligus dalam suatu persidangan yang tidak terpisah.
Misalnya:
A memiliki hutang kepada B, setelah B 2 kali menagih
kepada A akan tetapi A tidak nampak berusaha untuk melunasi
hutangnya. Ketika B menagih A untuk ketiga kalinya, bukannya B
dilayani dengan baik namun malah memukul B sampai kepalanya
terluka. B kemudian melaporkan perkara tersebut ke pihak yang
berwenang untuk di sidangkan di pengadilan.
Menurut Hukum Barat (Eropa), perkara penganiayaan itu
diperiksa oleh Hakim Pidana dan perkara utang piutang di periksa
oleh Hakim Perdata dalam pengadilan yang terpisah. Namun
Menurut Hukum Adat, kedua perkara tersebut diperiksa sekaligus
dalam persidangan (misalnya diputus oleh hakim bahwa A bersalah
dan dihukum agar melunasi hutangnya dan membayar denda pula
kepada B atas perbuatan penganiayaannya, kemudian keluarga B
wajib meminta maaf dan hidup rukun kembali dengan keluarga A).
dengan demikian kehidupan yang terganggu didalam kehidupam
masyarakat yang bersangkutan dikembalikan (dipulihkan) seperti
sedia  kala.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan yang fundamental
dalam sistem ini menurut SOEROJO WIGNJOEDIPOERO, S.H,
(1990:70) pada hakikatnya disebabkan oleh karena hal-hal sebagai
berikut:
a. Corak serta sifat yang berlainan antara Hukum
Adat dan Hukum Barat (Eropa),
b. Pandangan hidup (volkgeist) yang mendukung
kedua macam hukum itupun berbeda.
Aliran Hukum Barat bersifat libralistis dan bercorak
nasionalistis-intelektuallis, sedangkan aliran Timur khususnya aliran
pikiran tradisional Indonesia bersifat kosmis, tidak ada pembatasan
antara dunia lahir dan dunia ghoib, dunia manusia berhubungan
erat dengan segala hidup di alam ini. Segala sesuatu memiliki
sangkut paut dan saling mempengaruhi.
Menurut Abdoel Djamali (2008), berdasarkan sumber
hukum dan tipe hukum adat dari sembilan belas daerah mengenai
tata negara di indonesian sistem hukum adat dibagi menjadi tiga
kelompok:
Hukum adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat). Hukum
adat iini mengatur tentang susunan dari dan ketertiban dalam
persekutuan-persekutuan hukum(rechtsgemenschappen) serta
susunan dan alat-alat kelengkapan, jabatan-jabatan dan
penjabatannya.
Hukum Adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari:
1. hukum pertalian sanak (perkawinan, warisan);
2. hukum tanah (hak tanah, transaksi-transaksi tanah);
3. hukum perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-
transaksitentang benda selain tanah dan jasa).
Hukum adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-
peraturan tentang berbagai delik dan reaksi masyarakat terhadapp
pelanggaran hukum pidana tersebut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bahwa dengan demikian maka sumber hukum adat
Indonesia adalah berasal dari kehidupan sehari-hari yang langsung
timbul sebagai kenyataan kebudayaan orang Indonesia asli.
Berbagai macam corak dan sistem hukum adat yang ada di
Indonesia, namun masing-masing daerah di Indonesia memiliki cirri
khas tersendiri. Mereka memiliki aturan masing-masing dalam
menjalankan adat istiadat mereka.
SARAN
Lestarikanlah budaya adat dimanapun kalian berada tanpa
meninggalkan nilai-nilai keagamaan maupun melenceng dari ajaran
agama yang telah dipegang teguh selama ini.
DAFTAR PUSTAKA
Soepomo, R. Prof. Dr. S.H,(1993), “Bab-Bab Tentang Hukum Adat”,
Penerbit PT Raja Pradnya Pramita, Jakarta.
Soekanto, Prof. Dr. Mr., (1985), “Meninjau Hukum Adat Indonesia”,
Penerbit CV. Rajawali, Jakarta.
Tolib Setiadi, Bey, S.H. M. Pd.,(2000),” Pokok-Pokok Pengantar Ilmu
Hukum”, Penerbit Empat-Tiga, Bandung.
Achmad Sanusi, Prof. Dr. S.H.,(1991), “ Pengantar Ilmu Hukum dan
Pengantar Tata Hukum Indonesia”, Penerbit Tarsito, Bandung.
Abdoel Djamali R. S.H., (2008), Pengantar Hukum Indonesia , Raja
Grapindopersa, Jakarta.
Hilman Hadikusuma, Prof. S.H.,(1992), “ Pengantar Ilmu Hukum Adat
Indonesia”, Mandar Maju, Bandung.
Soerojo Wignjoedipoero, S.H, (1990:70), ”Pengantar dan Azas-azas
Hukum Adat”, Haji Masagung, Jakarta.
Menurut Abdoel Djamali (2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar